Domino's Italy: Kegagalan yang Mengesalkan

Domino’s Italy: Kegagalan yang Mengesalkan

Dalam industri makanan Italia, Domino's telah mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Perusahaan pizza Amerika tersebut telah menutup semua 29 toko yang ada di Italia, berakhir dengan gagalnya usaha untuk memperkenalkan pizza Amerika di tanah air pizza.

Pada tahun 2015, Domino's masuk ke Italia dengan harapan memperoleh 2% pangsa pasar dan membuka ratusan restoran di negara tersebut oleh tahun 2030. Mereka berencana untuk menjadi pemain yang kuat dalam pasar delivery pizza Italia dengan menggunakan bahan-bahan "satu-satunya Italia" seperti saus tomat, mozzarella, prosciutto, gorgonzola, grana padano dan mozzarella di bufala campana.

Namun, ketika masa pandemi Covid-19 mencapai puncaknya, Italia's traditional pizzerias juga mulai bergerak ke arah delivery pizza. Kompetisi dari aplikasi pengiriman makanan domestik seperti Glovo, Deliveroo, dan Just Eat juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Domino's di Italia.

Menurut laporan Bloomberg, ePizza SpA, perusahaan Italia yang bekerja sama dengan Domino's, telah mengalami kesulitan dalam meningkatkan penjualan. Mereka bahkan telah mengajukan kebangkrutan pada bulan April tahun ini.

Domino's tidak segera menanggapi permintaan komentar CNN Business untuk memahami alasannya. Namun, diduga bahwa Domino's menghadapi "kompetisi yang tak terhitung" dari restoran lokal dan aplikasi pengiriman makanan domestik yang mulai menggunakan jasa pengiriman makanan.

Gagasan lain yang dikemukakan oleh beberapa analis adalah bahwa keberhasilan Domino's Italia dipengaruhi oleh perubahan perilaku konsumen setelah masa pandemi. Konsumen mulai lebih suka membeli makanan di rumah dan menggunakan aplikasi pengiriman makanan, sehingga mengurangi permintaan untuk pizza delivery.

Dalam beberapa tahun terakhir, Domino's telah mencatat penurunan penjualan di Italia, sebelum akhirnya menutup semua toko di negara tersebut. Kegagalan ini menjadi contoh bagaimana perusahaan yang memiliki nama besar dan kapitalisasi besar tetapi gagal dalam menghadapi kompetisi dan perubahan perilaku konsumen.

Catatan

Sumber: CNN Business, Bloomberg