Dalam dunia seni dan kreativitas, domino memang memiliki potensi yang sangat besar. Tahun 1979, Markus Suko pertama kalinya tertarik dengan seni domino setelah melihat rekam jalan domino yang mengejutkan. Ia memandang dirinya sebagai "seorang toppler domino tradisional" yang biasanya menggunakan domino kayu sebagai bahan utamanya.
Seko Suko, salah seorang peserta acara "Domino Masters", memilih untuk menghubungkan dominonya dengan mainan kelasik kayu. Ia membuat berbagai macam mainan dan permainan untuk dijadikan bagian dari proyeknya, sehingga gerakan-gerakannya dapat dikendalikan oleh dominonya.
Selain teknik-teknik yang unik, juri-juri dalam acara ini juga mencari cerita-cerita yang ditulis melalui toppling masing-masing tim. "Cerita-telling" adalah sesuatu yang sangat dipuja oleh juri, bukan hanya saat proyek selesai, tapi juga saat dominonya sedang jatuh.
"Saya suka dengan domino karena memiliki garis cerita yang sangat kuat," ujar Renner. "Ada awal, tengah, dan akhir. Dominonya tidak akan jatuh secara besar-besaran, tapi diarahkan ke tujuan tertentu. Kami dapat menciptakan cerita-cerita indah melalui garis-garis dominonya."
Selain itu, juri Price juga mencari variasi teknik domino dan chain-reaction yang digunakan oleh tim-tim peserta. Ia ingin melihat bagaimana tim-tim dapat menggabungkan teknikenya dengan cerita-cerita yang ditulis.
Namun, domino juga memiliki sisi gelapnya sendiri. Dominonya sangat mudah pecah dan berhenti, sehingga kreativitas dalam mengatasi kesalahan adalah hal yang penting. "Saya film segala sesuatu," ujar Fantauzzo. "Kami dapat melihat apa yang salah dan mencoba lagi."
Walaupun terjadi kesalahan-kesalahan, "It's just dominoes," kata Nason. "Yang cool adalah kami memiliki lebih banyak dominonya untuk di-rebuild."
Acara "Domino Masters" kini dapat disaksikan di Fox setiap Rabu malam pukul 9 pm, dengan rating TV-PG-L (mungkin tidak sesuai untuk anak-anak yang masih muda dengan peringatan untuk penggunaan bahasa kasar).