Mengintip Kehidupan Nelayan Suku Bajo di Pulau Wangi-Wangi

Mengintip Kehidupan Nelayan Suku Bajo di Pulau Wangi-Wangi

======================================================

Pulau Wangi-Wangi, yang juga dikenal sebagai Wakatobi, adalah rumah bagi Suku Bajo. Mereka hidup di atas daratan, tetapi memiliki kebiasaan yang sangat unik dan dekat dengan laut. Nelayan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Desa Mola Raya, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Wakatobi.

Rumah tinggal Suku Bajo tak seperti leluhurnya dulu, tetapi jati diri "manusia laut" masih melekat pada setiap warganya. Nelayan adalah mata pencaharian utama masyarakat Desa Mola Raya, dengan sekitar 99 persen penduduknya bergantung pada kegiatan ini.

Di salah satu dermaga Desa Mola Raya, Taha, seorang nelayan, menggigil karena koyo yang menempel di kedua pelipis dan kain sarung melingkari tubuhnya. Kepala Taha nyut-nyutan sekali, namun ia masih mau menerima tamu dan memperlihatkan berbagai peralatannya melaut sembari menjelaskan fungsinya satu per satu.

Asam lambung Taha kambuh, dan istrinya, Cindy, kerap mengantar suaminya ke puskesmas apabila asam lambungnya sudah tak tertahankan. Syukur, Taha sekeluarga telah menjadi peserta BPJS Kesehatan sehingga pengobatannya masih dijamin.

Cindy sangat berharap suaminya terus sehat walafiat, karena hanya Taha lah satu-satunya pencari nafkah untuk menghidupi dirinya bersama dengan kelima anak mereka. Meskipun Taha tidak bersekolah dan tidak bisa membaca, keahliannya menyelam dan memanah ikan di dalam laut yang menghidupi anak istrinya.

Taha memiliki magis dalam melaut, dia tak pernah membawa bekal ketika melaut. Keahlian tersebut membuatnya menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya. Meskipun Taha sedang sakit pada malam itu, ia masih mau berbagi kepada para tamunya.

"Ikan ini bawa saja sudah, bawa. Untuk dibakar, makan malam, bawa," kata Taha menawarkan hasil tangkapan secara cuma-cuma kepada tamunya.

Mengintip Kehidupan Nelayan Suku Bajo di Pulau Wangi-Wangi

Keahlian nelayan Suku Bajo tidak hanya terbatas pada melaut, tapi juga beragam. Mereka menggunakan alat tradisional seperti tembak untuk menangkap ikan. Kegiatan ini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Desa Mola Raya.

Nelayan di daerah tersebut masih menggunakan tembak tradisional untuk menangkap ikan untuk dijual seharga Rp100 ribu per ikat isi enam hingga delapan ekor ikan tergantung ukurannya. Kegiatan ini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Desa Mola Raya dan Suku Bajo.



Mengintip kehidupan nelayan Suku Bajo di Pulau Wangi-Wangi, kita dapat melihat betapa kuatnya hubungan mereka dengan laut. Keahlian melaut menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Desa Mola Raya, dan Suku Bajo tetap mengembangkan keahliannya dalam menangkap ikan di bawah laut.

Dalam artikel ini, kita juga dapat melihat betapa beragamnya keahlian nelayan Suku Bajo. Dengan memiliki magis dalam melaut, Taha menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya dan menghidupi anak istrinya.