Stunting, sebuah masalah kesehatan yang merusak generasi muda Indonesia. Sampai saat ini, strategi penanggulangan stunting terutama berfokus pada pemberian bantuan pakan dan suplemen kepada anak-anak yang terancam stunting. Namun, pendekatan seperti itu hanya dapat mengurangi dampak stunting, bukan mengaturnya.
Sebuah pendekatan lebih baik dan efektif adalah dengan melakukan intervensi terhadap semua kelompok usia secara berkesinambungan setelah sebuah populasi yang terancam stunting telah diidentifikasi. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa tidak hanya anak-anak tetapi juga orang tua mereka mendapatkan akses kepada informasi dan bantuan yang diperlukan.
Namun, tugas seperti ini jelas melebihi kemampuan pemerintah dan tidak dapat dicapai tanpa bantuan masyarakat sipil dan sektor swasta.
Selain itu, strategi lain yang terlihat berisiko adalah dengan memberikan bantuan pakan dan suplemen secara konstan kepada komunitas yang sangat stunting. Program seperti ini bergantung pada alokasi dana, sehingga dapat diamputasi secara drastis ketika situasi ekonomi turun.
Sebaliknya, kita perlu menginvestasikan dalam pertanian dan memberikan kekuatan kepada masyarakat yang vulnerabel untuk mencapai kesadaran diri dalam memproduksi makanan bergizi yang terjangkau. Dalam hal ini, Lao Tze memiliki nasihat yang sangat berharga: "Berikan seorang laki-laki ikan dan ia akan makan selama sehari; ajarkan dia cara memancing dan kamu memberinya makan seumur hidup."
Namun, secara metaforis, mayoritas komunitas miskin di Indonesia yang memiliki tingkat stunting tinggi tahu bagaimana dan di mana mereka dapat memancing. Yang mereka tidak miliki adalah canggul dan akses ke air memancing yang tidak tercemar.
Bahkan, secara literal, mengajarkan orang untuk memancing juga tidak akan berlebihan; budidaya ikan air tawar memberikan sumber protein hewani yang murah, stabil, dan berharga.
Kemudian, pendekatan lainnya jelas mengabaikan konteks yang lebih luas di mana ibu dan anak terpapar. Misalnya, makanan utama dan makanan bergizi tinggi sangat mahal di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kebijakan lama dan kurangnya investasi dalam pertanian dan infrastruktur.
Sebuah studi "Cost of Diet" tahun 2017 menunjukkan bahwa 38 persen penduduk tidak dapat membeli diet bergizi yang ter-adjust dengan harga utama. Di NTT, angka ini naik menjadi 78 persen. Dalam situasi di mana orang harus membeli semua makanannya dengan harga tinggi tanpa memiliki taman sayuran di rumah, sekolah, atau lahan umum, orang-orang tidak dapat mengelola keuangan mereka.
Situasi ini semakin terburuk dengan ketersediaan dan iklan produk makanan yang kurang sehat dan minuman manis yang melimpah. Masalah ini dibatalkan oleh ketidaktahuan pemerintah dan kampanye yang mengecewakan dalam mempromosikan manfaat diet sehat.
Dalam kesimpulan, penyelesaian stunting jelas tidak hanya tentang mengurangi dampak, tetapi juga tentang mencegah masalah tersebut. Kita perlu melakukan paradigma shift dari keterpurukan ke pencegahan, serta memiliki keinginan politik untuk melihatnya melalui jangka waktu panjang.
Jadi, penyelesaian stunting tidak hanya terletak pada pengukuran dan timbangan, tetapi juga memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat sipil, sektor swasta, serta pemerintah.
Artikel ini ditulis oleh direktur pengembangan dan pembelajaran BIJAK (Bringing Improved Judgement, Awareness and Knowledge), sebuah organisasi nirlaba independen yang meningkatkan kemampuan anak-anak, remaja, dan orang dewasa.