WTC dan Paris seolah menjadi peristiwa yang korban dan pelakunya adalah mereka sendiri (by design). Para pemuja teori ini, yang biasanya enggan atau malas mengkaji persoalan lebih mendalam, mereka akan dengan mudah menyimpulkan dulu, bukti-bukti akan dicari-cari (dipaksakan) kemudian.
Ketika cara berpikir memaksakan bahwa negara-negara Barat lah di balik tragedi Paris, dan ISIS adalah ciptaan Barat, maka sama artinya dengan menuduh Prancis berkonspirasi membunuh warganya sendiri. Sekeji itukah pemerintah Prancis terhadap warganya sendiri? Kita tidak bisa memastikan apakah tragedi di Paris merupakan hasil rekayasa Barat atau bukan. Jika iya, kenapa harus Barat yang selalu dikaitkan dengan teori konspirasi? Kenapa bukan Arab Saudi, Turki, atau Qatar?
Kalau kita mau fair, Saudi dan sekutunya juga patut kita curigai sebagai dalang di balik aksi teror yang dilakukan ISIS, kenapa? Karena negara-negara teluk seperti Saudi, Turki, atau Qatar juga memiliki kepentingan dalam menjalankan perang proxy melawan Assad dan sekutunya, Iran. Saudi dan sekutunya mungkin saja menggunakan ISIS yang Sunni untuk menghabisi Suriah di bawah rezim Assad yang Syi’ah. Saudi juga sangat mampu jika harus mendanai semua logistik yang diperlukan ISIS dengan kekuatan petro dolarnya.
Tapi, untuk apa kita mengkotak-kotakkan Barat dan Islam yang hanya akan membuat kita terjatuh pada Occidentophobia (benci Barat) dan Islamophobia (benci Islam). Belajar Welas Asih
Terlepas dari benar atau tidaknya konspirasi Barat atas aksi teror di Paris baru-baru ini, umat Islam perlu bersikap arif dalam menyikapi fenomena aksi teror yang membawa nama Islam akhir-akhir ini. Sangat tidak elok rasanya bila membanding-bandingkan tragedi di suatu tempat dengan tragedi di tempat lain. Rasa kemanusiaan tidak bisa dibeda-bedakan atas dasar agama, tempat, atau statistik jumlah korban.
Kemanusiaan bersumber dari fitrah dan kesadaran akan sesama manusia. Sikap kita yang sepatutnya tentulah berempati dengan tulus dan mengutuk pelaku aksi teror tersebut. Kalaupun ada sikap atau perlakuan yang mediskreditkan Islam oleh sekelompok masyarakat Barat, kita tidak perlu terpancing untuk bereaksi dengan aksi-aksi protes atau kemarahan.
Kita perlu belajar tentang prinsip welas asih yang telah dicontohkan oleh banyak tokoh sejarah yang namanya mendunia hingga kini. Isa a.s. dengan “berikan pipi kirimu jika pipi kananmu ditampar”, atau Gandhi yang melarang “mata dibalas mata”, sebab jika itu dilakukan dunia akan menjadi buta.
Prinsip welas asih yang diajarkan Isa a.s. dan Gandhi itu jelas sangat kita butuhkan dalam menyikapi begitu banyaknya gejolak egoisme buta yang terjadi hampir setiap hari disekeliling kita.
Kita memahami sepenuhnya bahwa rentetan aksi keji yang dilakukan ISIS sangat melukai perasaan umat Islam di seantero dunia, dan tentu saja semakin menghadapkan umat Islam pada posisi yang amat sulit saat ini, khususnya umat Islam yang tinggal di eropa. Dalam momen yang sulit ini, tak lantas membuat hilangnya rasa kemanusiaan kita.
Tidak melulu Barat itu salah, begitupun sebaliknya. Bukankah Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk mengambil hikmah (kebajikan) dari siapapun meski hikmah tersebut datang dari orang kafir?. Disadari atau tidak, kita semua ini disatukan oleh kemanusiaan bukan keTuhanan, karena setiap manusia memiliki asumsi sendiri tentang Tuhan, sedangkan kemanusiaan sama. Wallahu a’lam
Akromi Mashuri, Kader muda NU