Yes, But Not with You: The Art of Celebration

Yes, But Not with You: The Art of Celebration

Saya ingin menulis tentang film yang sangat saya apresiasi, yaitu "The Gambler" (1974) sutradara oleh James Toback. Film ini menceritakan kisah seorang pelaku judi profesional, Alex Ponsetti, yang bermain dengan akibatnya sendiri.

Saya ingin menulis tentang film ini karena saya memiliki kesan yang sangat kuat terhadap film ini. Saya sangat menyukai aktor James Caan yang memerankan tokoh utama Alex Ponsetti. Caan adalah aktor yang sangat baik, dan dia membuat peran ini menjadi sangat hidup.

Saya juga ingin menulis tentang bagaimana film ini dibuat. Menurut James Toback sendiri, Robert De Niro tidak setuju dengan beberapa perubahan yang dilakukan dalam skrip film ini. De Niro menganggap bahwa perubahan tersebut membuat film ini tidak sebagus aslinya.

Padahal, saya sangat menyukai film ini karena Caan sangat memainkan perannya sebagai Alex Ponsetti. Saya pikir Caan adalah aktor yang lebih tepat untuk peran ini daripada De Niro.

Saya juga ingin menulis tentang Paul Sorvino yang bermain sebagai agen judi dalam film ini. Sorvino adalah aktor yang sangat serius dan dia memainkan perannya dengan sangat baik.

Satu-satunya kesalahan saya lihat dalam film ini adalah adegan terakhir, yang saya anggap sebagai adegan yang terasa contrived dan tidak sesuai dengan tone film ini. Namun, saya yakin Anda dapat menentukan sendiri apakah penilaian saya benar.

Jika Anda belum pernah melihat film ini, saya sangat merekomendasikan untuk melihatnya. Saya yakin Anda akan menikmati film ini karena Caan memainkan perannya dengan sangat baik dan film ini memiliki tema yang sangat relevan.


"Worship Through Celebration"

Oleh John Greco

Beberapa tahun setelah kuliah, saya sewa rumah dengan tiga teman. Rumah itu tidak besar dan tidak mewah. Faktanya, rumah itu hanya memiliki satu fitur terbesar yaitu lokasinya yang tepat di bawah jalan dari gereja tempat kami beribadah. Mungkin tampak seperti detail yang tidak signifikan, tapi hal ini bukan hanya tentang jarak pada hari Minggu. Sebaliknya, rumah itu menjadi rumah kedua bagi puluhan teman kami.

Gereja kita memiliki ministry muda-mudi yang sangat aktif—kelompok besar orang-orang berusia 20-30 tahun yang berkontribusi dan berkhidmat sepanjang minggu. Apa pun itu, Sunday school, Wednesday night small groups, youth ministry, adventure camps untuk anak-anak, atau salah satu ratus kegiatan dan ministry lainnya, ada orang dari grup kami yang terlibat. Karena rumah kita hanya beberapa langkah jalan dari gereja, orang-orang selalu menghampiri. Kami makan bersama, berdoa bersama, main game bersama. Ada juga musik, banyak tertawa, dan pembicaraan panjang malam. Dalam beberapa cara, hal itu seperti yang saya bayangkan tentang Gereja awal: "Setiap hari mereka menyiapkan diri mereka untuk beribadah di tempat suci, dan makan bersama dari rumah ke rumah. Mereka memakannya dengan hati yang gembira dan tidak palsu" (Kisah 2:46). Di rumah kita, perayaan tidak pernah berhenti.

Kristen seharusnya menjadi orang-orang yang paling banyak mengerti bagaimana berpesta. Saya katakan "paling banyak" karena apa yang benar untuk semua penganut Kristen, apakah 8 atau 80 tahun, apakah Presbiterian atau Pentakostal, adalah kenyataan kasih. Kita semua diampuni hutang yang lebih besar daripada Gunung Everest, dan kita dipanggil masuk ke dalam hidup abadi dengan Allah. Tidak peduli apa yang terjadi di dunia ini, tidak ada yang dapat mengambil itu dari kita (Roma 8:38-39). Maka mengapa tidak kita berpesta? Mengapa tidak kita siap untuk merayakan kapan pun?

Saya percaya Tuhan meminta kita menjadi orang-orang yang berpesta. Hati yang gembira adalah hati yang beribadah, karena kegembiraan seperti itu datang dari kasih dan kepercayaan dalam Allah. Di rumah kita, perayaan tidak pernah berhenti.


Semoga artikel ini membantu Anda memahami bagaimana film "The Gambler" dibuat dan mengapa saya sangat menyukainya. Saya juga harap artikel ini membantu Anda memahami bagaimana kegembiraan dapat menjadi bagian dari ibadah kita sehari-hari.