Pada awal abad ke-19, sistem tanam paksa dan budak di Hindia Belanda memunculkan kritik dari berbagai pihak. Pada tahun 1849, Laporan yang diterima di Belanda mengungkapkan bahwa 4 tahun sebelumnya, kelaparan telah terjadi di Jawa. Kritik ini awalnya hanya terdengar di Belanda, tetapi kemudian juga di kalangan penduduk Eropa di Hindia.
Kritik atas sistem tanam paksa semakin menguat, karena dianggap kurang tempat untuk inisiatif pribadi. Pada tahun 1860-an, Nederlands-Indie benar-benar menjadi sasaran pembahasan untuk perwakilan rakyat. Dengan UU Gula 1870 dan UU Agraria 1870, penarikan bertahap pemerintah Hindia-Belanda dari budi daya gula pun disahkan, sementara lahan liar bisa dipergunakan untuk sewa jangka panjang.
Hal ini mengakhiri sistem tanam paksa. Hingga tahun 1877, masih ada kabar burung tentang saldo untung, tetapi dengan jatuhnya harga kopi dan berkecamuknya Perang Aceh, hal ini juga berakhir. Pendapat awal tentang penggunaan saldo untung untuk Belanda dapat dibenarkan, yakni bahwa kesatuan keuangan antara Belanda dan Hindia tidak ada lagi. Kerugiannya sepenuhnya berasal dari anggaran Hindia.
Meskipun setelah masa tersebut tidak ada lagi rumor tentang saldo untung, sisa saldo itu masih tetap ada hingga tahun 1912. Secara tidak langsung, sistem budi daya dan perdagangan di Hindia tetap penting bagi kemakmuran Belanda.
Een Ereschuld
Pada awalnya, liberalisasi tampak menguntungkan penduduk Jawa, namun pengaturan atas modal yang terbatas untuk mewujudkan investasi memastikan bahwa hal itu menjadikannya tidak dapat bersaing di Eropa. Conrad Theodore van Deventer memperjuangkannya pada tahun 1899 dalam artikel Een ereschuld di majalah De Gids untuk membayarkan kembali saldo untung sebesar 187.000.000 gulden kepada Hindia sejak diberlakukannya UU Transaksi Hindia pada tahun 1867.
Meskipun tampaknya besar, hal itu tampaknya tak pernah terjadi. Oleh Menteri Idenburg, utang Hindia sebesar 40.000.000 gulden diambil alih pada tahun 1905. Selama masa itulah, politik etis dimulai, yang tujuannya adalah membentuk penduduk negeri jajahan sedemikian rupa sehingga dapat mandiri secara politik dan ekonomi.
Literatur
- Blok DP (ed.) et al. (1977-1983). Algemene Geschiedenis der Nederlanden. Haarlem: Fibula-Van Dishoeck.
- De Jong J. (1989). Van batig slot naar ereschuld: de discussie over de financiële verhouding tussen Nederland en Indië en de hervorming van de Nederlandse koloniale politiek 1860-1900. Den Haag: SDU.
Sumber ini diadaptasi dari Wikipedia, silakan digunakan dengan bijak.