Dalam sejarah politik internasional, teori domino telah menjadi konsep yang populer dan berpengaruh. Teori ini asalnya diperkenalkan oleh Amerika Syarikat sebagai upaya untuk membenarkan campur tangan pemerintahan di wilayah lain. Pada dasarnya, teori domino mengatakan bahwa jika sebuah negara komunis jatuh, maka negara-negara lain yang terdekat akan ikut jatuh dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.
Pada awal 1960-an, teori ini digunakan sebagai alasan untuk membenarkan campur tangan pemerintahan AS di Vietnam. Pemerintah AS berpendapat bahwa jika Vietnam Utara yang komunis jatuh, maka Thailand, Malaysia, dan Indonesia lainnya akan ikut jatuh dan akhirnya menyebar ke seluruh Asia Tenggara.
Namun, teori ini juga dapat didorong lebih jauh setelah meningkatnya jumlah serangan oleh kelompok pengganas sayap kiri di Eropa Barat yang didanai pemerintah negara-negara komunis antara tahun 1960-an dan 1980-an. Di Itali, serangan tersebut meliputi penculikan dan pembunuhan mantan Perdana Menteri Itali Aldo Moro dan penculikan mantan Briged Jenderal A.S. James L. Dozier oleh Brigade Merah. Di Jerman Barat, serangan terorisme dilancarkan oleh Faksi Pasukan Merah. Di Timur Jauh, Pasukan Merah Jepun melancarkan serangan serupa.
Pada 1980-an, teori ini turut digunakan untuk membenarkan campur tangan pemerintahan Reagan di Amerika Tengah dan kawasan Caribbean. Pada era Perang Dingin, teori ini menjadi alat utama untuk membenarkan campur tangan pemerintahan AS di berbagai wilayah.
Selain itu, teori domino juga digunakan sebagai alasan untuk membenarkan invasi AS ke Irak pada tahun 2003. Pemerintah AS berpendapat bahwa apabila pemerintahan demokratis dibentuk di Iraq, demokrasi dan liberalisme akan menyebar di Timur Tengah.
Banyak pakar analisis dasar luar negeri Amerika Syarikat menyebut penyebaran teokrasi Islam dan demokrasi liberal di Timur Tengah sebagai dua kemungkinan adanya teori domino. Mereka berpendapat bahwa apabila pemerintahan demokratik dibentuk di beberapa negara, maka akan terjadi perubahan politik dan sosial yang signifikan di wilayah lain.
Namun, kritik terhadap teori ini adalah bahwa kekalahan sebuah kuasa besar tidak harus mendorong musuh-musuh kita untuk melancarkan agresi yang sebelumnya enggan dilakukan. Selain itu, teori ini juga dapat dipahami sebagai upaya untuk membenarkan campur tangan pemerintahan AS di berbagai wilayah.
Dalam memoirnya, mantan Perdana Menteri Rhodesia Ian Smith menyebut kebangkitan pemerintahan sayap kiri autoritarian di Afrika Sub-Sahara pada era dekolonisasi sebagai "taktik domino kaum komunis". Menurut Smith, pembentukan pemerintahan pro-komunis di Tanzania (1961–64) dan Zambia (1964) dan pemerintahan Marxis-Lenis di Angola (1975), Mozambique (1975), dan Rhodesia (1980) merupakan bukti "penggerogotan diam-diam imperialisme Soviet di benua ini".
Dalam sintesis, teori domino telah menjadi konsep yang populer dan berpengaruh dalam sejarah politik internasional. Namun, kritik terhadap teori ini adalah bahwa kekalahan sebuah kuasa besar tidak harus mendorong musuh-musuh kita untuk melancarkan agresi yang sebelumnya enggan dilakukan.