Mengapa korban kekerasan seksual seperti Adira dan Bayuni tidak dapat pulih sepenuhnya dari trauma mereka? Apakah ada solusi lain untuk mengatasi trauma tersebut? Psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto, menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan menjelaskan bahwa korban kekerasan seksual mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma. Hal ini dapat merusak konsep diri, mengganggu kualitas hubungan, menimbulkan masalah emosional, dan mengganggu kapasitas berpikir.
Menurut Kasandra, tingkat keparahan trauma tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia korban, jenis kekerasan seksual yang dialami, dan durasi kekerasan seksual itu terjadi. Semakin muda (usianya) korban, semakin besar faktor traumanya. Semakin banyak tekanannya, semakin besar juga trauma yang dihadapi.
Sayangnya, kebanyakan korban kekerasan seksual tidak dapat pulih sepenuhnya dari trauma mereka. Seperti yang terjadi pada Adira dan Bayuni. Kebanyakan korban kekerasan seksual tidak dapat pulih dalam waktu yang singkat. Proses pemulihan trauma memerlukan waktu yang sangat lama, bahkan apalagi jika ada dampak yang ditimbulkan, seperti hamil, punya anak, dan harus mengurus anaknya pula.
Itulah mengapa solusi menikahkan korban dan pelaku tidaklah tepat. Menikahkan korban dan pelaku hanya akan melanggengkan kekerasan. Masyarakat perlu untuk lebih peduli dan memberikan perlindungan yang tepat bagi korban kekerasan seksual.
Belakangan ini, beberapa kasus kekerasan seksual terhadap anak menguak ke permukaan. Seorang guru sekaligus pemimpin pondok pesantren dituduh memperkosa 13 santriwati sampai hamil dan melahirkan, satu keluarga diduga memperkosa dua bocah di Padang, remaja 14 tahun mengaku diperkosa dan dijadikan budak seks di Bandung, dan deretan kasus lainnya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat pada 2021 terdapat 6.547 kasus kekerasan seksual pada anak. Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es.
Meli, salah satu korban kekerasan seksual, berharap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat mengakomodasi pelayanan pemulihan para korban kekerasan seksual. Dengan kesepakatan itu, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa RUU TPKS akan dibahas bersama pemerintah sebelum disahkan sebagai Undang-Undang.
Masyarakat dapat konsultasi dengan tenaga psikolog melalui hotline 119 ext. 8 yang juga merujuk kepada hotline unit pengaduan Kementerian PPPA (0821-2575-1234/0811-1922-911) atau melalui situs pengaduan. Anda juga dapat melaporkan kasus yang Anda alami sendiri atau yang Anda saksikan kepada LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan melalui situs pengaduan.
Jadi, bagaimana kita dapat membantu korban kekerasan seksual seperti Adira dan Bayuni? Bagaimana kita dapat memulihkan trauma mereka? Kita perlu untuk lebih peduli dan memberikan perlindungan yang tepat bagi korban kekerasan seksual. Kita perlu untuk mengakomodasi pelayanan pemulihan para korban kekerasan seksual.