Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang berpikir bahwa rezeki seseorang dapat ditiru. Namun, nyata bahwa rezeki itu tidak hanya soal berapa rupiah yang didapat, melainkan juga tentang nikmat-nikmat lain yang mengiringinya.
Si K mungkin laris-manis jualannya, bahkan selalu laris. Jika saja jualan Si K tidak laku, mungkin anaknya tidak bisa sekolah atau kehidupannya akan berhenti sejenak. Artinya, rezeki itu sudah dicukupkan bagi tiap-tiap orang.
Namun, dalam realitasnya, rezeki bukan hanya soal uang saja, melainkan juga tentang nikmat-nikmat lain yang mengiringinya. Mungkin penjual buah tiba-tiba diborong semua buah-buahnya. Rumah makan, tiba-tiba dapat orderan 1000 bungkus nasi padang. Tukang bubur, tiba-tiba dapat rezeki naik haji.
Hal-hal ini sungguh tak terduga, tapi nyata. Terang saja, mungkin selama ini penjual buah senang bersedekah tanpa terlihat. Mungkin selama ini pemilik rumah makan sering menyisipkan nasi bungkus untuk anak-anak yatim. Dan mungkin juga selama ini tukang bubur selalu giat dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Tuhan.
Kalau sudah Tuhan yang turun tangan, tiada sangkaan apapun yang bisa tersanggahkan. Allah-lah yang memberi dan mencegah pemberian. Adanya orang yang tidak suka kita mendapatkan rezeki tidak akan menyebabkan terhambatnya rezeki yang telah Allah Ta’ala takdirkan untuk kita.
QS At-Talaq: 2-3 mengatakan, "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya."
Jika usaha yang sungguh-sungguh akan meraih kata berhasil tanpa penghianatan, maka takwa dan tawakal akan menghasilkan sesuatu yang tiada disangka-sangka.
Pedagang buah mungkin bisa mengukur berapa keuntungan jika seluruh dagangan buahnya terjual. Namun, usaha itu tidak akan menjamin keberhasilan. Karena rezeki itu bagian dari takdir yang sudah ditentukan.
Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Sungguh rezeki itu tidaklah didapatkan oleh rakusnya orang yang rakus dan tidak bisa dicegah oleh tidak sukanya orang yang tidak suka." (Tarikh Madinah ad-Dimasyq 33/175)
Jadi, usaha dapat ditiru namun kadar rezeki tidak bisa ditiru. Allah-lah yang memberi dan mencegah pemberian. Yakinlah bahwa rezeki dari Allah Ta'ala tidak akan tertukar.
Oleh karena itu, kita harus berusaha sebaik-baiknya dengan cara yang halal dan sah. Namun, kita juga harus mempercayai bahwa Allah-lah yang memberi dan mencegah pemberian. Dengan demikian, kita dapat mencapai kesuksesan tanpa penghianatan.