Pengukuran glukosa darah non-invasif telah menjadi salah satu topik penelitian yang sangat menarik pada beberapa tahun terakhir. Salah satu masalah utama dalam pengukuran ini adalah koreksi scatter, yaitu fenomena di mana sinar-X yang dipancarkan oleh tubuh manusia tidak hanya difokuskan pada organ yang relevan, tetapi juga tercermin oleh berbagai benda padat lainnya.
Dalam penelitian terdahulu, telah dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah koreksi scatter dalam pengukuran glukosa darah non-invasif. Salah satu contoh adalah menggunakan algoritma Loopy Orthogonal Signal Correction (LOOSC) yang dikembangkan oleh tim peneliti dari universitas ternama. Algoritma ini berbasis pada prinsip bahwa sinar-X yang dipancarkan oleh tubuh manusia dapat diidentifikasi dan dikeluarkan dari hasil pengukuran.
Namun, masalah koreksi scatter bukan hanya terbatas pada pengukuran glukosa darah non-invasif. Masalah ini juga dapat terjadi dalam berbagai aplikasi PET (Positron Emission Tomography) lainnya, seperti pengukuran radioterapi atau diagnostik kanker.
Koreksi Attenuation dan Scatter dalam PET Rattus
Dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari universitas ternama, telah dilakukan pengukuran efek koreksi attenuation dan scatter dalam pengukuran PET rattus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah koreksi attenuation dan scatter dapat mempengaruhi hasil pengukuran PET pada hewan percobaan.
Untuk tujuan penelitian ini, digunakan simulator PET Siemens Inveon dengan phantom NEMA NU4 image quality (IQ) yang diisi dengan 100 μCi emisinya. Kemudian, dilakukan pengukuran transmission (TX) menggunakan Co-57 selama 30 menit dalam rentang kecepatan 120~125 keV.
Dalam penelitian ini, juga digunakan rat brain PET dengan menggunakan FDG atau F-18 FP CIT sebagai radiotracer. Setelah 30 menit pengukuran TX, dilakukan pengukuran emission (EM) PET selama 30 menit setelah masa penggunaan FDG selesai.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koreksi attenuation dan scatter dapat mempengaruhi hasil pengukuran PET pada rat brain. SOR (spillover ratio) untuk air dan water adalah 1,87% dan -0,60% saat koreksi attenuation dan scatter diterapkan, sedangkan jika tidak diterapkan maka SOR menjadi 14,55% dan -2,15%, masing-masing.
Dalam hasil SPM (statistical parametric mapping) dari FDG PET, setelah koreksi attenuation terjadi peningkatan signifikan uptake pada region mesencephalon dan cerebellum (p < 0,001, k>50). Selain itu, juga terjadi penurunan signifikan uptake pada region perifer (p < 0,001, k>50).
Dalam hasil FP-CIT PET dari rat brain, setelah koreksi attenuation terjadi penurunan BP (binding potential) dari 3,04±0,77 menjadi 2,55±0,49 (p < 0,05). Namun, setelah koreksi attenuation dan scatter diterapkan, maka BP naik menjadi 4,77±0,81 (p < 0,05).
Kesimpulan
Dalam penelitian ini, telah dilakukan pengukuran efek koreksi attenuation dan scatter dalam pengukuran PET rattus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koreksi attenuation dan scatter sangat penting untuk mempengaruhi hasil pengukuran PET pada rat brain. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk mengembangkan algoritma yang dapat membantu mengatasi masalah koreksi attenuation dan scatter dalam pengukuran glukosa darah non-invasif.
Dalam artikel ini, telah dibahas bagaimana koreksi scatter dan glucose correction dapat membantu mengatasi masalah dalam pengukuran glukosa darah non-invasif. Dengan menggunakan algoritma LOOSC dan teknik koreksi attenuation dan scatter, maka dapat dicapai hasil pengukuran yang lebih akurat dan reliabel.