Debris Disk: The Scattered Debris That Makes the Planet

Debris Disk: The Scattered Debris That Makes the Planet

Silakan tulis artikel dalam bahasa Indonesia dengan panjang lebih dari 1000 kata Markdown so it’s easy to see how this process can significantly repopulate the small solids within a debris disk.

Ok, so…

Kenapa semua ini penting? Kita tidak dapat melihat debu-debu yang berukuran millimeter terhadap bintang yang jaraknya 5, 10, 100 tahun cahaya? Salah! Kita ACTUALLY BISA melihat debu-debu ini! Dan kita hanya dapat melihat butiran-butiran kecil. Kita tidak dapat melihat asteriod atau komet aslinya.

Gambar Fomalhaut debris disk menggunakan teleskop ALMA. Gambar diadaptasi dari White et al. 2017

Kami telah mengambil banyak gambar dari disk debu. Namun, apa yang kita lihat ketika kita melihat gambar disk sekitar Fomalhaut atau Beta Pic adalah sebenarnya butiran-butiran kecil yang berorbit dalam disk debu. Banyak massa disk adalah benar-benar di asteroid dan komet ukuran besar. Namun, mayoritas luas permukaan (yang terkait dengan sifat-sifat cahaya) adalah di butiran-butiran kecil.

Ada beberapa cara untuk mengamati butiran-butiran kecil dalam disk debu, seperti dengan teleskop ruang Hubble atau teleskop besar bumi, tetapi salah satu cara yang lebih menarik adalah menggunakan Atacama Large Millimeter Array (ALMA). Dengan resolusi yang tak terbatas, ALMA dapat memberikan kita struktur rinci butiran-butiran kecil (atau batuan) dalam disk debu. Batuan-batuan ini mungkin tidak seperti apa-apa, tetapi mereka sebenarnya memancarkan banyak cahaya pada panjang gelombang radio – bahkan lebih dari asteroid dan komet besar! Dan yang paling menarik lagi, dengan menggunakan ALMA kita dapat melihat beberapa gas yang dilepaskan oleh komet dalam disk debu-kollisi.

Tapi mengapa kita harus mempelajari disk debu? Pertama-tama, ketika kita lihat sisa-sisa pembentukan planet, itu memberikan tahu kita bahwa proses pembentukan planet sedikit-sedikit berhasil dalam sistem tersebut. Tentu saja, banyak sistem planet yang diketahui, tetapi sebagian besar dari mereka lebih tua dan banyak debu telah dihapuskan. Disk debu pertama kali ditemukan luar Sistem Solar kita sebelum adanya exoplanet!

Sketsa dari sistem bumi bagian dalam, sabuk asteroid, dan orbit Jupiter. Gambar Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser.

Disk debu dapat digunakan sebagai "detection planet". Lokasi disk sekitar bintang dapat memberikan kita tentang planet-planet yang ada dalam sistem tersebut. Contohnya, gaya gravitasi Jupiter telah efektif memahat sabuk asteroid di bagian dalam Sistem Bumi. Tepi dalam Kuiper belt di bagian luar Sistem Bumi diputus oleh Neptun. Ahli astronomi lain dapat secara teoretis melihat sistem bumi kita dan menafsirkan lokasi Jupiter dan Neptun dengan melihat disk debu kita.

Ada banyak hal yang sangat menarik lainnya yang kita dapat pelajari dari disk debu. Kita dapat melihat spektra disk (bagaimana cahaya berubah pada panjang gelombang yang berbeda) dan belajar banyak tentang komposisinya. Banyak mineral akan terbentuk di berbagai lokasi dalam disk protoplanet, bergantung pada beberapa faktor seperti suhu dan tekanan. Mineral-mineral ini tentu saja juga menjadi bagian dari asteroid dan komet besar namun dilepaskan kembali ke disk selama kollisi. Oleh karena itu spektra disk dapat memberikan kita beberapa petunjuk tentang komposisi mineral planet dalam sistem tersebut.

Menginvestigasi disk debu juga memberikan kita informasi yang lebih tentang sistem sebagai keseluruhan seperti bagaimana butiran-butiran mengalami migrasi melalui disk, efek-efek pengadukan dinamik dari planet, dan bahkan keberadaan gas-gas dalam komet!

Secara ringkas, disk debu bukanlah sampah yang namanya menunjukkan. Kita mempelajari sistem debu untuk lebih memahami tahap akhir pembentukan planet dan evolusi disk. Proses pembentukan planet memakan waktu, biasanya jutaan tahun. Oleh karena itu, disk debu menjadi tempat penting dalam memahami bagaimana planet-planet kita terbentuk.


Sumber: White et al. (2017). The Reservoir of Small Bodies in the Fomalhaut System. The Astronomical Journal, 154(4), 131-141.