Judi Online: Tantangan Pemberantasan dan Penanganan

Judi Online: Tantangan Pemberantasan dan Penanganan

Dalam era teknologi informasi, judi online menjadi salah satu tantangan pemberantasan yang sulit ditemukan. Kegiatan perjudian ini telah mengakar di masyarakat dan berpotensi merugikan orang lain. Oleh karena itu, menurut Devie Rahmawati, pengamat sosial, tak ada seorang pun yang imun dari potensi jebakan judi online.

Aktivitas perjudian dilarang oleh pemerintah di Indonesia, dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjerat para pelaku maupun orang yang mendistribusikan muatan perjudian dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memutus akses 499.645 konten perjudian di pelbagai platform digital sejak 2018 hingga 10 Mei 2022.

Namun, situs atau aplikasi judi online terus bermunculan dengan nama yang berbeda, meski aksesnya telah diputus. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena adanya perbedaan ketentuan hukum terkait perjudian antar negara.

Menurut Devie, pengamat sosial, judi online merupakan persoalan serius yang harus menjadi perhatian pemerintah. Dalam tahapan tertentu orang-orang yang tak bisa menghentikan kebiasaan bermain judi online hingga bertindak merugikan orang lain bisa diketagorikan sebagai 'kecanduan' dan butuh penanganan lebih dari sekadar hukum.

Contoh kasus kriminal yang melibatkan pemuda di Situbondo mencuri sapi milik orangtuanya karena terlilit utang akibat judi online, atau kasus seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta, yang membuat laporan palsu menjadi korban begal ke polisi karena takut dimarahi istrinya lantaran uang THR sebesar Rp4,4 juta dipakai untuk judi online.

Dua kasus itu merupakan contoh kecanduan judi online yang berujung pada perbuatan kriminal. Di negara maju seperti Eropa, pemerintah setempat menyediakan bantuan psikolog bagi pecandu judi online atau gim online. Itu mengapa Devie menilai menutup situs atau memblokir aplikasi judi online, tidak akan berhasil.

"Ketika pemerintah menyegel tempat judi, mereka akan beroperasi secara online. Orang pun tidak ragu 'berinvestasi' di sana. Jadi pilihan bermain atau tidak, tetap ada di tangan individu," kata Devie.

Sementara itu, Kominfo mengimbau masyarakat untuk menggunakan platform digital dengan bijak, baik untuk tujuan hiburan, transaksi ekonomi, dan kegiatan yang produktif. "Kami mengajak masyarakat untuk dapat melaporkan penemuan konten terkait perjudian di ruang digital melalui kanal-kanal aduan yang tersedia."