Judi Kartu dan Poker: Dampaknya terhadap Masyarakat dan Agama

Judi Kartu dan Poker: Dampaknya terhadap Masyarakat dan Agama

Dalam artikel ini, kita akan membahas topik yang cukup kontroversial, yaitu judi kartu dan poker. Keduanya menjadi objek perdebatan sejak lama, apalagi jika dilihat dari perspektif agama. Bagaimana masyarakat dan agama melihatnya? Apakah mereka menyetujui atau menolak? Pada akhirnya, kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Dalam pandangan Islam, judi kartu dan poker dikategorikan sebagai permainan yang tidak diperbolehkan. Alasan utamanya adalah karena permainan tersebut memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan jiwa dan harta benda manusia. Dalam hadits Nabi Muhammad SAW, disebutkan bahwa "Judi adalah salah satu cara syetan mengumpulkan harta benda orang-orang." (HR Abu Hurairah). Dalam ayat Al-Qur'an juga dikatakan bahwa "Janganlah kamu membuka pintu-pintu kemiskinan dan kekayaanmu dengan berjudi, sebab Allah tidak menyukai mereka yang berjudi." (Al-Imran: 130).

Banyak ulama' Islam yang menolak permainan judi kartu dan poker karena dianggap sebagai salah satu cara syetan mengumpulkan harta benda manusia. Mereka juga berpendapat bahwa permainan tersebut dapat menyebabkan kerusakan jiwa dan harta benda manusia.

Selain itu, permainan judi kartu dan poker juga dapat mempengaruhi reputasi seseorang dalam masyarakat. Jika seseorang terlibat dalam permainan tersebut dan berakhir dengan kalah, maka ia dapat dianggap sebagai orang yang tidak memiliki kesadaran diri dan kurang bijaksana.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa semua orang harus menolak permainan judi kartu dan poker. Ada beberapa alasan mengapa permainan tersebut dapat diterima, seperti untuk tujuan hiburan atau sebagai sarana pendidikan. Namun, perlu diingat bahwa permainan tersebut harus dilakukan dalam batas-batas yang tidak menyebabkan kerusakan jiwa dan harta benda manusia.

Dalam penutup, kita dapat menemukan bahwa judi kartu dan poker memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat dan agama. Oleh karena itu, perlu diingat bahwa permainan tersebut harus dilakukan dengan bijak dan tidak menyebabkan kerusakan jiwa dan harta benda manusia.

Referensi:

[1] Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir. 2003. Darul Fikr Damsyiq. Chapter 4 pg 34-35

[2] Said Hawa. Kitab al-Asas fi as-Sunnah wa Fiqhiha – al-Aqaid al-Islamiyyah. 1992. Dar al-Salam. Chapter 2 pg 57

[3] Abu Abdullah at-Tabrizi. Kitab Misykatul Masabih. 1985. Maktabah al-Islami Beirut. Chapter 3 pg 427

Leave a comment