Menyikapi Harta Haram: Kemaslahatan dan Tatasauruf

Menyikapi Harta Haram: Kemaslahatan dan Tatasauruf

Ketika kita mendapatkan harta haram, baik itu hasil menang judi slot atau sumber lainnya, maka kita harus berpikir dengan hati-hati bagaimana mengembalikan harta tersebut. Al-Ghazali, seorang ulama Islam yang terkemuka, dalam bukunya Majmu’ Syarhul Muhadzzab, juz IX, halaman 351, telah menulis bahwa jika qadhinya (penerima) seorang yang afif (jujur dan amanah), maka kita boleh memasrahkan harta haram tersebut kepada mereka. Akan tetapi, jika tidak, maka tidak boleh memasrahkan kepadanya.

Dalam kondisi seperti ini, al-Ghazali juga menyarankan bahwa sebaiknya kita mengangkat seseorang yang beragama dan berilmu untuk mentasarufkan harta haram tersebut. Jika tidak ada yang sesuai, maka kita boleh memasrahkannya sendiri. Namun, jika kita adalah orang fakir, maka kita diperbolehkan mengambil kira-kira kebutuhannya.

Namun, hal yang paling penting adalah kita harus menjaga harta haram tersebut tidak rusak dan tidak dimusnahkan. Al-Imam al-Ghazali juga telah menulis bahwa tidak diperbolehkan merusak harta ini dan membuangnya di laut, maka tidak tersisa cara lain selain mentasarufkan untuk kemaslahatan orang-orang Muslim.

Dalam praktiknya, jika kita ingin terbebas dari uang haram hasil menang judi slot, maka kita harus mengembalikan kepada yang berhak, baik langsung, wakilnya, atau ahli warisnya. Jika tidak memungkinkan, maka harus dialokasikan untuk kemaslahatan umum atau disedekahkan kepada fakir miskin.

Ringkasnya, menyikapi harta haram memerlukan perhatian khusus dan bijak dalam mengembalikannya. Kita harus menjaga harta tersebut tidak rusak dan tidak dimusnahkan, serta mentasarufkannya untuk kemaslahatan orang-orang Muslim.

Kesimpulan

Menyikapi harta haram memerlukan perhatian khusus dan bijak dalam mengembalikannya. Kita harus menjaga harta tersebut tidak rusak dan tidak dimusnahkan, serta mentasarufkannya untuk kemaslahatan orang-orang Muslim. Dalam beberapa situasi, kita juga diperbolehkan mengambil kira-kira kebutuhannya sendiri. Namun, yang paling penting adalah kita menjaga harta haram tersebut tidak rusak dan tidak dimusnahkan.

Referensi

Al-Ghazali, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi. Majmu’ Syarhul Muhadzzab. [Beirut, Darul Fikr], juz IX, halaman 351.

Leave a comment