Dalam Islam, bermain dadu dianggap haram oleh mayoritas ulama. Berikut ini beberapa hadits dan pendapat ulama yang menunjukkan bahwa bermain dadu adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah.
Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka ia seakan-akan telah mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi” (HR. Muslim no. 2260). Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan haramnya bermain dadu karena disamakan dengan daging babi dan darahnya, yaitu sama-sama haram (Lihat Syarh Shahih Muslim, 15: 16). Imam Nawawi pun mengatakan, “Hadits ini sebagai hujjah bagi Syafi’i dan mayoritas ulama tentang haramnya bermain dadu” (Syarh Shahih Muslim, 15: 15).
Dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no. 4938 dan Ahmad 4: 394. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Abu ‘Abdirrahman, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Permisalan orang yang bermain dadu kemudian ia berdiri lalu shalat adalah seperti seseorang yang berwudhu dengan nanah dan darah babi, kemudian ia berdiri lalu melaksanakan shalat” (HR. Ahmad 5: 370. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini dho’if).
Dikisahkan pula bahwa Sa’id bin Jubair ketika melewati orang yang bermain dadu, beliau enggan memberi salam pada mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya 8: 554).
Malik berkata, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka aku menganggap persaksiannya batil. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada setelah kebenaran melainkan kebaikan” (QS. Yunus: 32). Jika bukan kebenaran, maka itulah kebatilan” (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an, 8: 259).
Berdasarkan hadits-hadits dan pendapat ulama tersebut, jelas bahwa bermain dadu adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah. Oleh karena itu, kita harus menghindari permainan ini agar tidak mendapatkan hukuman Allah.
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat dan hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al Musabaqot wa Ahkamuhaa fi Asy Syari’ah Al Islamiyyah, Guru kami – Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Darul ‘Ashimah dan Darul Ghoits, cetakan kedua, 1431 H.
Diselesaikan selepas shalat ‘Isya’ di Pesantren Darush Sholihin, 16 Jumadal Ula 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id