Dalam era teknologi yang terus berkembang, kebutuhan akan spektrum radio meningkat pesat. Untuk menjawab kebutuhan ini, International Telecommunication Union (ITU) mengadakan Konferensi Radiokomunikasi Dunia setiap 4 tahun sekali untuk memperbarui Peraturan Radio. Salah satu contoh kasus negosiasi dan arbitrase yang menarik adalah kontrak sewa satelit Artemis.
Pada tahun 2016, Navayo berkontrak dengan Kementerian Pertahanan Indonesia untuk mengoperasikan satelit Artemis. Kontrak tersebut bernilai US$ 30 juta, namun Kementerian Pertahanan hanya membayar sebesar US$ 13,2 juta. Pada tahun 2018, Kementerian Pertahanan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT kepada Kementerian Komunikasi.
Pada tahun 2019, Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura atas keputusan Kementerian Pertahanan yang tidak membayar kontrak sewa satelit Artemis. Arbitrase Singapura memutuskan Indonesia harus membayar Rp 314 miliar kepada Navayo.
Kemudian, pada tahun 2021, Navayo juga menggugat ke Pengadilan Arbitrase London atas biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar Rp 515 miliar. Pengadilan Arbitrase London memutuskan Indonesia harus membayar seluruh biaya tersebut.
Dalam kasus ini, potensi kerugian negara sebanyak Rp 800 miliar dapat terjadi jika pemerintah tidak membayar kontrak sewa satelit Artemis sebagaimana ditetapkan arbitrase. Dalam hal ini, Kementerian Pertahanan harus segera membayar kontrak sewa satelit Artemis untuk menghindari kerugian negara.
Saksi yang diperiksa Kejagung sejauh ini adalah 11 orang.