Kritik terhadap Politik Batig Slot di Belanda dan Indonesia

Kritik terhadap Politik Batig Slot di Belanda dan Indonesia

Pada abad ke-19, kritik mulai muncul terhadap politik batig slot (penyimpanan) yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia. Kritik tersebut bermula dari berita tentang kemerosotan pangan di Jawa pada tahun 1845 dan 1849, yang menimbulkan ketidakpuasan di antara rakyat Belanda. Pada tahun 1853, Parlemen Belanda bahkan mengadakan protes terhadap penggunaan istilah "wingewest" untuk Jawa.

Kritik lainnya muncul karena politik batig slot diyakini tidak memberikan ruang yang cukup bagi inisiatif swasta. Selain itu, tidak semua orang setuju dengan cara bagaimana politik batig slot diimplementasikan. Pada tahun 1860-an, Indonesia mulai menjadi fokus debat di Parlemen Belanda.

Dengan adanya Undang-Undang Suiker (1870) dan Undang-Undang Agraris (1870), politik batig slot mulai berkurang. Undang-Undang tersebut mengatur penyelesaian kembali pemerintah kolonial Belanda dari industri gula, serta melindungi hak-hak milik petani asli Indonesia. Dengan demikian, sistem cultuurstelsel yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia mulai berkurang.

Pada tahun 1877, politik batig slot dihapuskan karena kinerja ekonomi Indonesia tidak lagi memungkinkan penggunaannya sebagai alasan untuk mengumpulkan uang. Meskipun demikian, "batig slot" masih tetap tercatat dalam anggaran negara Belanda hingga tahun 1912.

Kemudian, liberalisasi di Indonesia pada awal abad ke-20 seolah-olah membahagiakan rakyat Jawa. Namun, karena mereka tidak memiliki cukup modal untuk investasi yang dibutuhkan, mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang Eropa. Pada tahun 1899, Van Deventer mengajukan gagasan "Eereschuld" di majalah De Gids agar Belanda membayar kembali keuntungan yang diterima sejak 1867 sebanyak 187 juta gulden kepada Indonesia. Meskipun gagasan tersebut mendapat perhatian besar, tetapi tidak pernah terwujud.

Pada tahun 1905, Menteri Idenburg bahkan mengadopsi hutang Indonesia sebesar 40 juta gulden. Pada masa-masa ini, politik etis juga mulai muncul, dengan tujuan membentuk rakyat kolonial menjadi lebih mandiri dan memiliki kemampuan untuk berpolitik dan ekonominya sendiri.

Namun, selalu ada kepentingan pribadi yang menjadi bagian penting dalam politik Belanda terhadap Indonesia. Banyak ahli sejarah telah menulis tentang topik ini, termasuk Blok (1977-1983) dan Jong (1989).

Sumber:

  • Blok, D.P. (red) et al (1977-1983): Algemene Geschiedenis der Nederlanden, Fibula-Van Dishoeck, Haarlem,
  • Jong, J. de (1989): Van batig slot naar ereschuld. De discussie over de financiële verhouding tussen Nederland en Indië en de hervorming van de Nederlandse koloniale politiek 1860-1900, SDU, Den Haag.