Dalam abad ke-19, pengaruh politik dan ekonomi Eropa terhadap Hindia-Belanda menjadi sangat signifikan. Kritik-kritik terhadap sistem tanam paksa mulai terdengar di kalangan penduduk Eropa di Hindia, serta juga karena dianggap kurang tempat untuk inisiatif pribadi. Pada tahun 1860-an, Nederlands-Indie benar-benar menjadi sasaran pembahasan untuk perwakilan rakyat.
Dengan UU Gula 1870 dan UU Agraria 1870, penarikan bertahap pemerintah Hindia-Belanda dari budi daya gula serta menjamin kepemilikan tanah penduduk asli Indonesia. Sistem tanam paksa pun berakhir. Hingga tahun 1877, masih ada kabar burung tentang saldo untung, tetapi dengan jatuhnya harga kopi dan berkecamuknya Perang Aceh menyebabkan hal ini juga berakhir.
Pada awalnya, liberalisasi tampak menguntungkan penduduk Jawa, namun pengaturan atas modal yang terbatas untuk mewujudkan investasi memastikan bahwa hal itu menjadikannya tidak dapat bersaing di Eropa. Conrad Theodore van Deventer memperjuangkannya pada tahun 1899 dalam artikel Een ereschuld di majalah De Gids untuk membayarkan kembali saldo untung sebesar 187.000.000 gulden kepada Hindia sejak diberlakukannya UU Transaksi Hindia pada tahun 1867.
Namun, hal itu tampaknya tak pernah terjadi. Oleh Menteri Idenburg, utang Hindia sebesar 40.000.000 gulden diambil alih pada tahun 1905. Selama masa itulah, politik etis dimulai, yang tujuannya adalah membentuk penduduk negeri jajahan sedemikian rupa sehingga dapat mandiri secara politik dan ekonomi.
Bahkan, kepentingan pribadi memainkan peran penting untuk Belanda. Berbagai paket wisata dan hiburan tidak menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahun 1912, sisa saldo itu masih tetap ada. Secara tidak langsung, sistem budi daya dan perdagangan di Hindia tetap penting bagi kemakmuran Belanda.
Sumber:
- Blok DP et al., Algemene Geschiedenis der Nederlanden (1977-1983).
- De Jong J., Van batig slot naar ereschuld: de discussie over de financiële verhouding tussen Nederland en Indië en de hervorming van de Nederlandse koloniale politiek 1860-1900 (1989).
Terjemahan
Sejarah Politik Hindia-Belanda: Dari Sistem Tanam Paksa ke Liberalisasi
Pada abad ke-19, pengaruh politik dan ekonomi Eropa terhadap Hindia-Belanda menjadi sangat signifikan. Kritik-kritik terhadap sistem tanam paksa mulai terdengar di kalangan penduduk Eropa di Hindia, serta juga karena dianggap kurang tempat untuk inisiatif pribadi.
Pada tahun 1860-an, Nederlands-Indie benar-benar menjadi sasaran pembahasan untuk perwakilan rakyat. Dengan UU Gula 1870 dan UU Agraria 1870, penarikan bertahap pemerintah Hindia-Belanda dari budi daya gula serta menjamin kepemilikan tanah penduduk asli Indonesia.
Sistem tanam paksa pun berakhir. Hingga tahun 1877, masih ada kabar burung tentang saldo untung, tetapi dengan jatuhnya harga kopi dan berkecamuknya Perang Aceh menyebabkan hal ini juga berakhir.
Pada awalnya, liberalisasi tampak menguntungkan penduduk Jawa, namun pengaturan atas modal yang terbatas untuk mewujudkan investasi memastikan bahwa hal itu menjadikannya tidak dapat bersaing di Eropa.
Conrad Theodore van Deventer memperjuangkannya pada tahun 1899 dalam artikel Een ereschuld di majalah De Gids untuk membayarkan kembali saldo untung sebesar 187.000.000 gulden kepada Hindia sejak diberlakukannya UU Transaksi Hindia pada tahun 1867.
Namun, hal itu tampaknya tak pernah terjadi. Oleh Menteri Idenburg, utang Hindia sebesar 40.000.000 gulden diambil alih pada tahun 1905. Selama masa itulah, politik etis dimulai, yang tujuannya adalah membentuk penduduk negeri jajahan sedemikian rupa sehingga dapat mandiri secara politik dan ekonomi.
Bahkan, kepentingan pribadi memainkan peran penting untuk Belanda. Berbagai paket wisata dan hiburan tidak menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahun 1912, sisa saldo itu masih tetap ada. Secara tidak langsung, sistem budi daya dan perdagangan di Hindia tetap penting bagi kemakmuran Belanda.
Sumber:
- Blok DP et al., Algemene Geschiedenis der Nederlanden (1977-1983).
- De Jong J., Van batig slot naar ereschuld: de discussie over de financiële verhouding tussen Nederland en Indië en de hervorming van de Nederlandse koloniale politiek 1860-1900 (1989).