Pada beberapa waktu lalu, beberapa perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di Indonesia seperti PT Wijaya Karya Tbk. (Wika), PT Amarta Karya, dan PT Waskita Karya Tbk. (Waskita) telah mengajukan restrukturisasi utang melalui Master Restructuring Agreement (MRA). Rencana ini bertujuan untuk memastikan kehati-hatian dalam pengelolaan dana nasabah dan mencegah kesalahan dalam pengelolaan dana.
Pada saat yang sama, beberapa bank di Indonesia seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI juga sedang berupaya mengatur kreditnya terhadap karyawan-karyawan di perusahaan-perusahaan BUMN Karya. Salah satu contoh adalah Bank Mandiri yang telah menyiapkan skema restrukturisasi utang melalui MRA.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik Badruddin, mengatakan bahwa skema restrukturisasi ini diharapkan selesai dalam beberapa pekan ke depan. "Yang optimal dan bisa menangani semua concern dari semua stakeholders di kedua debitur tersebut," ujar Sidik.
Sementara itu, Direktur Risk Management BNI, David Pirzada, mengatakan bahwa untuk kredit kepada karyawan-karyawan di perusahaan dengan risiko tinggi akan dilakukan asesmen lebih lanjut. "Aspek yang ditinjau adalah seberapa besar potensi pengurangan karyawan dalam perusahaan tersebut," ujar David.
Lebih lanjut, David mengatakan bahwa pihaknya juga sudah memiliki kerjasama dengan perusahaan jika apabila ada karyawan yang pensiun, resign, maupun terkena PHK bisa diinfokan oleh perusahaan. Ia menegaskan bahwa sudah melakukan mitigasi untuk melaksanakan pendebitan dan pelunasan atas pinjamannya.
Sebagai informasi, BNI telah meningkatkan penyisihan pencadangan hingga mencapai 54% terhadap total eksposur kedua debitur per Juni 2023.
Sedikit berbeda, Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto, mengungkapkan bahwa saat ini masih belum ada instruksi khusus untuk menghentikan kredit seperti KPR kepada pegawai BUMN Karya. "Tetap memproses dengan kelayakan masing-masing individu," ujar Aes.
Aes menambahkan bahwa untuk kredit BRI kepada BUMN Karya ini sudah dibentuk pencadangan sesuai kolektibilitasnya. Semisal kolektibilitas belum lancar, BRI menyiapkan cadangan yang cukup.
Lebih lanjut, Aes mengatakan bahwa selama ini BRI juga melakukan studi kelayakan dari semua kredit yang disalurkan. Dalam hal ini, termasuk kredit-kredit ke BUMN Karya. "BRI telah memperhitungkan posisi buku perseroan tetap positif meski kredit yang diberikan kepada BUMN Karya mengalami kerugian," ujar Aes.
Dalam beberapa pekan mendatang, kita akan melihat bagaimana proses restrukturisasi utang berlangsung dan apakah kebijakan untuk menghentikan kredit ke karyawan dapat ditinjau ulang.