Dalam sejarah politik global, teori domino telah menjadi tema yang menarik perhatian. Teori ini awalnya dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower pada tahun 1950-an sebagai alasan untuk campur tangan AS dalam konflik Vietnam. Menurut teori ini, jika sebuah negara komunis jatuh, maka negara-negara lain yang berada di sekitarnya juga akan jatuh ke tangan komunisme.
Pada awal tahun 1960-an, teori domino menjadi justifikasi bagi AS untuk terlibat dalam perang Vietnam. Eisenhower dan Presiden Kennedy mengemukakan bahwa jika Vietnam Selatan jatuh ke tangan komunis, maka Thailand, Malaysia, dan Filipina juga akan diinvasi oleh komunisme. Mereka berpendapat bahwa AS harus bertindak sebelum situasi menjadi lebih buruk.
Selain itu, teori domino juga digunakan sebagai alasan untuk menghadapi ancaman terorisme dan agresi di Eropa Barat. Pada tahun 1970-an, serangan teroris oleh kelompok-kelompok sayap kiri seperti Red Army Faction (Jerman) dan Brigate Rosse (Itali) meningkat. Teori domino ini digunakan sebagai justifikasi untuk melancarkan operasi–operasi keamanan di Eropa Barat.
Dalam memoirnya, mantan Perdana Menteri Rhodesia Ian Smith menyebut kebangkitan pemerintahan sayap kiri autoritarian di Afrika Sub-Sahara pada era dekolonisasi sebagai "taktik domino kaum komunis". Menurut Smith, pembentukan pemerintahan pro-komunis di Tanzania dan Zambia serta pemerintahan Marxis-Leninis di Angola, Mozambique, dan Rhodesia merupakan bukti "penggerogotan diam-diam imperialisme Soviet" di benua Afrika.
Selain itu, teori domino juga digunakan sebagai alasan untuk campur tangan AS dalam konflik di Timur Tengah. Pada masa Perang Iran-Iraq, AS dan negara-negara Barat lainnya mendukung Irak karena khuatir teokrasi radikal Iran akan menyebar di Timur Tengah. Semasa invasi Iraq 2003, sejumlah pihak neokonservatif AS berpendapat bahwa apabila pemerintahan demokratis dibentuk di Iraq, demokrasi dan liberalisme akan menyebar di Timur Tengah.
Bahkan, teori domino juga digunakan sebagai alasan untuk menghadapi ancaman terorisme dan agresi di era Perang Dingin. Pada tahun 1970-an, AS berpendapat bahwa kekalahan sebuah kuasa besar akan mendorong musuh-musuh kita untuk melancarkan agresi yang sebelumnya enggan dilakukan.
Banyak pakar analisis dasar luar negeri Amerika Serikat menyebut penyebaran teokrasi Islam dan demokrasi liberal di Timur Tengah sebagai dua kemungkinan adanya teori domino. Mereka berpendapat bahwa AS harus bertindak sebelum situasi menjadi lebih buruk.
Namun, beberapa pakar juga menyoal kevalidan teori domino. Mereka berpendapat bahwa teori ini hanya sebagai alasan untuk campur tangan AS dalam konflik lainnya dan tidak memperhatikan kepentingan lokal masyarakat.
Dalam diskusi terakhir, teori domino masih menjadi tema yang menarik perhatian di era globalisasi saat ini. Bagaimana kita dapat memahami teori ini sebagai bagian dari sejarah politik global? Dan apakah teori ini masih relevan dalam era globalisasi saat ini?
Referensi
- Leeson, Peter T.; Dean, Andrea (2009). "The Democratic Domino Theory". American Journal of Political Science. 53 (3): 533–551.
- "The Quotable Quotes of Dwight D. Eisenhower". National Park Service. 5 Disember 2013.
- "Rough Draft of History: 'All Right, Let's Get the @#!*% Out of Here'", Richard Gott, August 11, 2005
- "Another Vietnam?", Max Boot, The Wall Street Journal, August 24, 2007
- KGB Active Measures
- Red Army Faction
- Brigate Rosse
- The Last Years of the Monroe Doctrine, 1945-1993, p. 133 Gaddis Smith
- "Terrorisme dan Agresi di Eropa Barat", Ian Smith (memoir)
- "Kegiatan Politik Global: Teori Domino dan Kegiatan Politik", pakar analisis dasar luar negeri Amerika Serikat (disertasi)
Kata-kata Kunci
Teori domino, konflik Vietnam, campur tangan AS, ancaman terorisme, agresi di Eropa Barat, kepentingan lokal masyarakat.