Mengapa Si Sales Sendiri Tidak Menggunakan Produk dari Brand X

Mengapa Si Sales Sendiri Tidak Menggunakan Produk dari Brand X

Kisah si sales yang tidak menggunakan produk brand X, padahal ia bekerja di brand X, menjadi perhatian khusus jajaran manajemen kala itu. Mereka mengeluarkan peraturan bahwa wajib pakai produk brand X dan dilarang membawa produk selain brand X ke dalam area kantor dan untuk menemui konsumen.

Menurut saya, pihak manajemen kala itu seolah berlebihan menanggapi kisah si sales. Mereka sudah menyadari arti penting karyawan menampilkan kecintaan terhadap perusahaan/brand. Kita sering menunjukkan ketidak cintaan kita terhadap brand atau perusahaan yang kita wakili, dengan cara paling gampang yaitu tidak menggunakan produknya.

Tetapi, bukan hanya si sales yang memperhatikan hal ini, namun juga (calon) konsumen Anda. Menjadi pertanyaan yang menggelitik konsumen, jika Anda menawarkan produk satu brand sementara Anda sendiri memakai brand berbeda. "Jika memang sebagus itu, kenapa Anda sendiri tidak pakai?"

Bukankah apa yang kita rasa atau yakini akan tertuang dalam perkataan dan perilaku kita? Ciri lainnya adalah saat kita tidak serius menjaga nama baik brand yang kita wakili. Misalnya, dengan melakukan pekerjaan dengan sekedarnya, hingga hasilnya pun ala kadarnya.

Kisah dari tenaga sales lainnya adalah saat menjawab pertanyaan konsumen tentang mengapa prosedur pembelian begitu panjang dan banyak berkas-nya, serta beberapa keberatan terkait peraturan lainnya. Jawaban yang umum mereka berikan adalah bahwa memang sudah begitulah peraturan perusahaan.

Bukan kejutan jika konsumen kelak ikut memberi komentar tentang keberatan yang mereka rasakan. Diikuti komentar "Memang begitu…" dari mulut ke mulut. Melahirkan hubungan cinta setengah hati dari konsumen pada perusahaan dan brand yang diusung.

Dan sedihnya, ini terjadi banyak tanpa disadari. Cinta setengah hati karyawan pada brand/perusahaannya, tertuang pada kalimat dan sikap mereka pada saat menghadapi konsumen. Meninggalkan kesan di mata konsumen, yang akhirnya ikut meyakini bahwa brand/perusahaan kita tidak layak untuk jadi urutan pertama untuk dicintai.

Efek domino cinta setengah hati berlanjut, mempengaruhi tingkatan layanan yang diberikan. Mempengaruhi jumlah konsumen yang akan menjadi partner bisnis jangka panjang. Mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan.

Efek domino rasa cinta karyawan terhadap perusahaan, seperti dikatakan Simon Sinek, "Customers will never love a company until the employees love it first."