Pasar properti China yang lambat dalam beberapa tahun terakhir tidak hanya berdampak pada negara itu sendiri, tetapi juga memiliki efek yang luas pada negara-negara lainnya. Mongolia, misalnya, sangat tergantung pada impor batubara briquettes ke Cina, yang digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan menghangatkan rumah tangga.
Menurut Departemen Luar Negeri Australia, lebih dari 70% suplai energi primer Cina berasal dari batubara, meskipun negara itu sendiri memiliki sumber daya batubara yang luas. Batubara briquettes impor dari Mongolia sangat penting sebagai sumber energi untuk rumah tangga di wilayah pedesaan dan berpendapatan rendah.
Meski ekonomi Mongolia telah melakukan kinerja yang sangat baik dalam beberapa tahun terakhir, dengan mulai mengeksplorasi sumber daya tembaga dan besi yang luas, namun negara itu masih sangat tergantung pada impor ke Cina. Dalam beberapa tahun terakhir, Mongolia telah gagal mengembangkan pasar-trading lainnya, sehingga hampir 98% dari eksportnya adalah ke Cina.
Ketergantungan Mongolia pada properti Cina juga berarti bahwa negara itu akan terpengaruh oleh krisis properti yang sedang terjadi di Cina. Cina telah memiliki ketergantungan yang sangat besar pada properti untuk memimpin ekonominya, dengan penjualan dan pengembangan apartemen mencapai seperempat dari GDP nasional.
Namun, saat ini China telah mengalami krisis properti yang tak terbayangkan. Harga rumah tangga di beberapa kota seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, dan Shenzhen telah meningkat sekitar 20-30% per tahun dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan harga tersebut telah menyebabkan penurunan harga rumah tangga di seluruh negeri.
Menurut analisis Gavekal Dragonomics, kinerja properti yang menurun adalah akibat koreksi pasar dari kenaikan harga sebelumnya. Analisis Nomura Group dari Jepang juga memprediksi bahwa krisis properti di China telah melebar dan tidak dapat dihentikan oleh pemerintahan Cina.
Pada saat ini, pemerintah Cina masih belum mengambil langkah signifikan untuk menyelesaikan masalah properti. Kondisi industri dan retai yang lemah juga mulai terpengaruh. Jika output terus turun, maka dapat menyebabkan keterpurukan global.
Dalam hal ini, semua orang harus menunggu dengan sabar sebagai dominonya runtuh.