Salah satu seni budaya yang diyakini tidak akan musnah dimakan zaman bagi Masyarakat Kabupaten Ende di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Tarian Gawi. Diantara berbagai bentuk pelestarian adat budaya yang ditinggalkan oleh leluhur, Tari Gawi atau Tari Tandak merupakan salah satu wujud peninggalan leluhur yang bisa dipastikan akan terus dilestarikan sampai kapan pun juga.
Bagi Masyarakat Kabupaten Ende, Tarian Gawi merupakan ungkapan syukur, pujian, persatuan, kekompakan dan penghormatan kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang dalam bahasa lokal disebut dengan Du’a Ngga’e. Du’a Gheta Lulu Wula, Ngga’e Ghale Wena Tanah. Tarian Gawi juga merupakan ungkapan syukur, pujian dan penghormatan kepada para Leluhur dan roh-roh yang diyakini memiliki kekuatan khusus atas pemberian Allah, yang telah, sedang akan serta terus berperan dalam pentas peradaban hidup manusia.
Tarian Gawi adalah sebuah tarian massal dengan ciri khas kebersamaan, persatuan kesatuan dan suka cita. Secara adat, Tarian Gawi sesungguhnya digelar berdasarkan syarat-syarat adat yang sangat terikat, tidak dapat dilakukan pada sembarang tempat dan pelaksanaannya pun tergantung pada masing-masing tata kelola tradisi adat yang ada di Kabupaten Ende.
Jika diamati secara menyeluruh, Tarian Gawi pada dasarnya ditarikan hanya pada saat pesta adat, atau dalam bahasa lokal disebut dengan Nggua Bapu. Selainitu ditarikan pada sejumlah kategori upacara adat lainnya, namun pelaksanaanya bersifat terikat oleh keputusan atau persetujuan para pemimpin adat atau Mosalaki.
Meski dalam perkembangannya nampak Tarian Gawi serta berbagai kreasinya nampak dilakukan juga pada saat upacara pernikahan dan ataupun pesta-pesta rakyat yang tidak bersifat Pesta Adat, namun sesungguhnya fondasi Tarian Gawi adalah Adat Budaya, yang aslinya hanya ditarikan dalam lokasi adat dengan cara mengitari atau melingkari altar pusaka atau Tubu Kanga.
Meski tidak sedikit Tarian Gawi harus menggunakan kesegaraman busana adat bahkan termasuk keseragaman corak kostum adat yang wajib dikenakan, namun tidak semua Tarian Gawi menerapkan kesegaraman total busana yang dikenakan. Tari Gawi pada acara-acara adat, busana wajib yang sama sekali tidak bisa digantikan yakni, bagi kaum pria wajib mengenakan sarung adat yang disebut Ragi, sedangkan untuk baju, tergantung kesepakatan adat, namun lebih cenderung merupakan pilihan bebas, asalkan rapih.
Sedangkan untuk kaum wanita, wajib mengenakan sarung adat yang disebut Lawo, lalu dipadukan dengan baju adat yang disebut ‘Lambu Nua. Tari Gawi yang sesungguhnya sebenarnya tidak menggunakan sound system tetapi hanya menggunakan nyanyian syair adat oleh seseorang yang memiliki keahlian sangat khusus, bahkan sudah mulai langka, atau disebut dengan istilah Ata Sodha.
Mengingat Tarian Gawi merupakan kekhasan Masyarakat Adat di Kabupaten Ende, diharapkan Tarian Gawi terus didorong dalam berbagai pengajaran dan muatan-muatan lokal, agar tidak kehilangan jati dirinya dan dapat terus digali makna Gawi yang sangat kaya akan nilai-nilai peradaban hidup manusia.