Permainan dan judi adalah dua bentuk aktivitas yang sangat populer di masyarakat. Namun, apakah keduanya sesuai dengan ajaran agama Islam? Jawabannya tergantung pada definisi maysir yang diterima dalam Islam.
Menurut Imam Malik, maysir adalah setiap permainan yang melalaikan dari dzikrullah (mengingat Allah) dan dari shalat. Oleh karena itu, tidak hanya permainan yang mengandung unsur spekulasi atau untung-untungan, tapi juga permainan yang menyelewengkan manusia dari ibadah dan kewajiban-kewajiban agama.
Dalam Islam, ada beberapa bentuk permainan yang dilarang, seperti catur dan dadu. Catur adalah permainan strategis yang memerlukan berbagai kombinasi pion-pion untuk menangkan lawan, sementara dadu adalah permainan yang mengandung unsur keberuntungan.
Namun, tidak semua ulama sepakat bahwa catur itu haram. Ada yang berpendapat bahwa catur hanya permainan dan tidak melalaikan dari ibadah, sehingga tidak dilarang.
Sebaliknya, permainan dadu yang mengandung unsur spekulasi atau untung-untungan dipandang sebagai maysir dan diharamkan. Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa permainan dadu itu haram, baik dengan taruhan maupun tidak.
Dalam Islam, larangan bermain dadu adalah umum, bukan hanya untuk judi saja. Larangan ini juga meliputi permainan anak-anak seperti monopoli dan ular tangga, meskipun tidak ada taruhan.
Oleh karena itu, sebagai muslim, kita harus menjaga diri kita dari permainan yang melalaikan dari ibadah dan kewajiban-kewajiban agama. Kita juga harus menjadi contoh teladan bagi orang lain dengan mematuhinya larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.
Nasehat
Seorang muslim ketika Allah dan Rasul-Nya melarang sesuatu, sikap mereka adalah mematuhinya. Jika berisi perintah, ia laksanakan. Jika berisi larangan, ia jauhi sejauh-jauhnya. Lihatlah bagaimana contoh teladan dari sahabat yang mulia, Abu Bakr Ash Shiddiq dalam menerima ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Referensi
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
Al Musabaqot wa Ahkamuhaa fi Asy Syari’ah Al Islamiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Darul ‘Ashimah dan Darul Ghoits, cetakan kedua, 1431 H.
Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 26 Rabi’uts Tsani 1433 H
www.rumaysho.com