Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengkritik kebijakan penenggelaman kapal yang dinilainya tidak efektif dalam menghentikan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing di wilayah orang lain. "Kalau saya lihat tidak efektif. Efektif itu bukan hanya soal tidak ada pencurian lagi, tapi berkembang nggak industri perikanan kita? Kan nggak," kata Siswanto.
Menurut data KKP, volume ekspor ikan turun 2,53% per tahun sejak 2012 hingga 2017, sementara volume impor naik 2,30% per tahun. Namun, nilai ekspor memang naik 3,6% per tahun karena meningkatnya harga ekspor dan produk yang memiliki nilai tambah.
Siswanto menyebut perkembangan industri perikanan tangkap di Indonesia terhambat karena terbatasnya armada laut Indonesia yang mampu menangkap ikan dalam jumlah besar. Oleh sebab itu, Siswanto menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan kapal, tapi meminta pemilik kapal asing untuk membayar denda dalam jumlah besar sebagai sanksi telah melewati perairan Indonesia.
Menteri Susi mengatakan KKP akan menenggelamkan 51 kapal pencuri ikan secara bertahap mulai tanggal 4 Mei mendatang, 38 diantaranya merupakan kapal Vietnam. Namun, Susi menyebut kebijakan penenggelaman kapal sebetulnya sudah efektif di awal-awal.
Hanya saja, dua tahun belakangan ini timbul wacana pelelangan kapal yang membuat pemilik kapal asing melakukan banding. Wacana lelang ini juga sempat disinggung oleh Menko Maritim Luhut Pandjaitan yang menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan kapal, tapi melelang.
Susi menekankan pentingnya pemerintah bersikap tegas untuk menghukum para nelayan ilegal. "Orang kita tidak pernah firm. Menghukum takut sendiri." Kalau bangsa kita isinya orang-orang penakut suatu hari jadi loser," ujar Susi.
Sebelumnya, Susi menyebut pelelangan kapal adalah kebijakan yang merugikan dan akan ada potensi kapal itu digunakan lagi untuk tindakan serupa. Kegaduhan timbul antara Menko Luhut dan Menteri Susi soal penenggelaman kapal.
Susi juga bersikeras bahwa kebijakannya telah berkontribusi positif pada peningkatan stok ikan di Indonesia. Terkait data yang menunjukkan penurunan volume ekspor hasil perikanan, Susi menyebut itu terjadi karena hasil yang ditangkap semakin berkualitas.
"Kita nggak tangkap ikan rucah (ikan kecil) lagi. Trawl (pukat), cantrang berkurang sehingga kita menuju sustainable fisheries," katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami masalah IUU fishing yang cukup signifikan. Kapal-kapal asing terus-menerus memasuki perairan Indonesia dan melakukan pencurian ikan tanpa izin. KKP telah berusaha keras untuk menghentikan kegiatan ini dengan cara menenggelamkan kapal.
Namun, Siswanto menyoroti bahwa kebijakan penenggelaman kapal tidak efektif karena pihak yang dituding melakukan pencurian ikan masih sering lewat di perairan Indonesia. "Kalau saya lihat tidak efektif. Efektif itu bukan hanya soal tidak ada pencurian lagi, tapi berkembang nggak industri perikanan kita? Kan nggak," kata Siswanto.
Karena itu, Siswanto menyarankan KKP untuk tidak menenggelamkan kapal, tapi meminta pemilik kapal asing untuk membayar denda dalam jumlah besar sebagai sanksi telah melewati perairan Indonesia. Uang denda itu, ujarnya, bisa digunakan untuk membeli kapal-kapal ikan berkapasitas besar untuk digunakan nelayan Indonesia berlayar di laut lepas.
Dalam kesimpulan, kebijakan penenggelaman kapal yang dilakukan oleh KKP masih menjadi perdebatan. Siswanto dan Susi memiliki pandangan yang berbeda tentang efektivitas kebijakan ini. Siswanto menyoroti bahwa kebijakan penenggelaman kapal tidak efektif dalam menghentikan IUU fishing, sementara Susi percaya bahwa kebijakan ini telah berkontribusi positif pada peningkatan stok ikan di Indonesia.
Kedua belah pihak memiliki argumen yang logis dan memperhatikan pentingnya menghentikan IUU fishing untuk melindungi sumber daya perikanan nasional. Oleh sebab itu, KKP harus lebih jelas dalam menetapkan kebijakan dan meningkatkan kemampuan pengawasan di perairan Indonesia.
Dalam hal ini, perlu kiranya dilakukan kesadaran dan kesepakatan antara pemerintah, pelaku industri perikanan, dan masyarakat untuk melindungi sumber daya perikanan nasional. Dengan demikian, KKP dapat lebih efektif dalam menghentikan IUU fishing dan meningkatkan kemampuan pengawasan di perairan Indonesia.