JanganJepun: Kisah Rendi, Korban Pemalsuan Investasi

JanganJepun: Kisah Rendi, Korban Pemalsuan Investasi

Foto Rendi, seorang model yang bekerja di perusahaan pemalsuan investasi

Peristiwa JanganJepun (JanganJepun) memuncakkan pada tahun 2022. Dalam insiden ini, Rendi, seorang model yang bekerja di perusahaan pemalsuan investasi, menceritakan pengalaman hidupnya sebagai korban pelaku.

Rendi ditemui oleh perusahaan tersebut melalui media sosial Facebook, Twitter, Instagram, hingga aplikasi kencan. Targetnya adalah perempuan-perempuan di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Vietnam.

Pada masa-masa awal, Rendi belum diberi target. Namun dari cerita orang-orang yang juga dipekerjakan di situ, dia mengetahui bahwa setiap tim yang terdiri dari enam hingga tujuh orang ditargetkan mendapatkan USD35.000 (Rp520 juta) per bulan.

Rendi diminta untuk mendekati orang-orang yang potensial mencari korbannya dengan membangun pertemanan. Dia harus mencari tahu keseharian hingga pekerjaan korban, bahkan membangun hubungan asmara dengan calon korbannya.

Untuk meyakinkan para korban bahwa pelaku ini “nyata”, perusahaan pun bersedia memodali. Mereka akan mengirimkan hadiah atau bunga untuk meyakinkan korban bahwa pelaku itu sungguh.

Namun, apabila target sebesar USD35.000 sudah tercapai, maka mereka pun akan memutuskan komunikasi dan menghilang dari korban. Uang itu didapat dengan menjebak korban menyetorkan uang untuk investasi bodong, menjual tiket palsu pertandingan Piala Dunia Qatar, atau belanja online di platform e-commerce palsu tanpa pernah mengirimkan barangnya.

Rendi mengaku bahwa dia tidak pernah digaji. Dengan dalih kinerjanya tidak memenuhi target, Rendi pun diopor-opor di antara tiga perusahaan tanpa digaji. "Dibilang customer saya kurang lah, target dari customer itu kurang, tapi nyatanya setelah saya keluar pun mereka tetap pakai customer saya," ujar Rendi.

Selama di perusahaan itu, Rendi juga mengaku pernah mengalami kekerasan. Namun dia belum bisa mengungkapkannya secara rinci. "Saya masih trauma. Ada beberapa teman yang… meninggal juga [disiksa]," tutur Rendi.

Penyiksaan seperti disetrum dan diborgol, kata dia, menjadi hal yang umum dibicarakan antar para pekerja bila dianggap tidak bekerja dengan baik dan memenuhi target. Situasi itu pula yang mendorong Rendi mencari cara untuk keluar dari perusahaan itu.

Namun, apabila dia mengundurkan diri, Rendi harus membayar penalti sebesar USD11.000 (Rp163,5 juta) kepada perusahaan. Rendi akhirnya mencari cara untuk kabur. Suatu hari, di tengah hujan, ketika dia berada di luar karena hendak dipindahkan ke perusahaan serupa lainnya, Rendi berhasil kabur.

Dia langsung mencari angkutan umum untuk pergi ke ibu kota Pnom Penh dan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Pada 2 Agustus 2022, Rendi akhirnya berhasil pulang ke Indonesia.

Kisah Tin, korban asal Vietnam

Salah satu korban asal Vietnam, Chi Tin, kini menanggung utang senilai 88 juta VND atau sekitar Rp55,5 juta dengan bunga 20% per bulan dari rentenir. Kepada BBC Vietnam, Tin bercerita apa yang menimpa dirinya berawal dari obrolan singkat di aplikasi pengiriman pesan Zalo, setelah dia melihat iklan lowongan pekerjaan di Facebook.

Lowongan pekerjaan itu mensyaratkan keterampilan mengetik dengan upah sekitar US$900 atau Rp13,2 juta per bulan. Mengaku terbang ke Kamboja untuk melihat lowongan tersebut, Tin akhirnya menjadi korban pelaku dan harus menghabiskan uangnya untuk membayar utang.

Peristiwa JanganJepun memuncakkan pada tahun 2022. Dalam insiden ini, Rendi dan beberapa korban lainnya menceritakan pengalaman hidupnya sebagai korban pelaku. Mereka harus menghadapi berbagai tantangan dan kehilangan uangnya karena pemalsuan investasi.

Dalam kesempatan ini, kita dapat belajar dari peristiwa JanganJepun bahwa sangat penting untuk waspada terhadap apapun yang terlihat tidak masuk akal atau terlalu baik-baik saja. Kita harus juga menghargai uang dan waktu kita sendiri dengan tidak mudah percaya akan berbagai penawaran investasi yang terlihat tidak masuk akal.

Selain itu, kita juga harus mendukung korban pelaku seperti Rendi dan Tin untuk dapat kembali berdiri dan tidak menjadi korban pemalsuan investasi lainnya.