Reformasi Perpajakan di Indonesia: Menjadi Model Pelayanan yang Efiien

Reformasi Perpajakan di Indonesia: Menjadi Model Pelayanan yang Efiien

Selama ini, Official Assesment atau Self Assessment System lebih mendorong keterbukaan dan kesadaran wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajaknya yang terhutang. Selain kemudahan itu, juga diberikan kebijakan berupa pemutihan pajak pada tahun 1985. Strategi tersebut menghasilkan hal positif. Jumlah wajib pajak yang semula hanya 600 ribu orang menjadi lebih dari satu juta.

Ada tiga tujuan dilaksanakannya Reformasi Perpajakan, yaitu: sederhana, keadilan dan pemerataan beban, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Menyederhanakan dengan memangkas jenis perpajakan menjadi lima peraturan perpajakan, mengurangi tarif perpajakan sebelumnya 58 jenis tarif menjadi tiga tingkatan tarif, dan Surat Pemberitahuan (SPT) tidak lagi dikirimkan tetapi diambil oleh wajib pajak sendiri.

Keadilan dan pemerataan beban dengan memberlakukan tarif progresif, yang berarti semakin tinggi penghasilan, pajak yang harus dibayar semakin besar. Sementara upaya meningkatkan kepatuhan dilakukan dengan mengenakan tarif marginal tertinggi 35%, diharapkan akan lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Upaya Reformasi Pajak tak berhenti sampai di situ. Pada 2002 dilakukan modernisasi administrasi Perpajakan dengan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar Satu dan KPP Wajib Pajak Besar Dua. Upaya ini untuk mendukung visi DJP yaitu menjadi model pelayanan yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia.

Tahun 2008 seluruh kantor pajak telah melakukan modernisasi sistem perpajakan. Reformasi pajak yang dilakukan meliputi tiga pilar, yaitu kebijakan pajak (tax policy), administrasi pajak (tax administration), dan peraturan pajak (tax law), di mana pembaharuan terhadap administrasi pajak idealnya mampu meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Namun faktanya kepatuhan pajak Indonesia masih terbilang rendah bahkan di kawasan ASEAN. Pada 2021 tax ratio Indonesia bahkan di kisaran 8,4 persen.

Administrasi pajak modern sekarang menganggap bahwa peningkatan kepatuhan sukarela sebagai tujuan utama. Karena audit, sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kepatuhan keberhasilannya terbatas dalam mengubah perilaku kepatuhan sukarela wajib pajak (IMF, 2017).

Karena itu pada 29 Oktober 2021 pemerintah mengesahkan UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, di mana salah satu tujuannya adalah meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak. Dalam Bab V UU tersebut mengatur tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS). PPS ini merupakan salah satu ikhtiar pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Kita memang harus mampu belajar dari sejarah, bahwa booming komoditas tertentu sumber daya alam tak pasti dan bertahan lama. Tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali kematian dan pajak (Benjamin Franklin).

Refleksi

Majalah Internal DJP Intax Edisi 1/2022

Leave a comment