Permainan Dadu: Haram Menurut Syariat dan Dampaknya pada Anak-Anak

Permainan Dadu: Haram Menurut Syariat dan Dampaknya pada Anak-Anak

Permainan dadu adalah salah satu permainan yang populer di antara anak-anak. Namun, berdasarkan kesepakatan ulama, permainan dadu hukumnya haram, tidak peduli apakah ada taruhan atau tidak. Bahkan, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda: “Siapa yang bermain dadu, sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya” (Majmu’ al-Fatawa, 32/253).

Permainan dadu tidak hanya memalingkan anak-anak dari dzikir (mengingat) dan shalat, tetapi juga menimbulkan permusuhan dan kebencian. Selain itu, permainan dadu juga akan melemahkan kemampuan berpikir anak-anak dan tidak bermanfaat bagi kesehatan fisik mereka.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid mengatakan bahwa permainan as-sulam wa ats tsu’ban (ular tangga) adalah permainan yang tidak membutuhkan strategi dan kecerdasan pikiran. Juga tidak membutuhkan skill fisik apapun. Oleh karena itu, hendaknya tidak membiasakan anak-anak memainkan permainan seperti ini untuk waktu yang lama.

Menggantikan dadu dengan alat lain seperti dadu digital, alat untuk memilih angka secara acak, kartu angka yang dipilih secara acak, dan semisalnya, tidak akan mengubah hukumnya. Karena tetap terdapat unsur at-takhmin (untung-untungan). Syariat tidak membedakan hal yang sama, dan tidak menyamakan dua hal yang berbeda.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa syariat tidak akan pernah membedakan antara dua hal yang serupa. Dan tidak akan menyamakan antara dua hal yang berbeda. Tidak akan mengharamkan sesuatu yang merusak, namun membolehkan sesuatu yang lain yang sifat merusaknya sama.

Dalam Islam, syariat tidak membolehkan permainan dadu dan permainan lain yang memiliki unsur at-takhmin. Karena itu, sebagai orang tua, kita harus menjaga dan membimbing anak-anak kita untuk tidak menghabiskan waktu mereka dengan permainan dadu dan semisalnya.

Wallahu a’lam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.