Dalam Islam, bermain dadu (nardi) dianggap haram dan batil. Beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam besar menunjukkan bahwa bermain dadu adalah salah satu bentuk kemungkaran.
Salah satu hadits yang paling terkenal tentang haramnya bermain dadu adalah hadits dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka ia seakan-akan telah mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi” (HR. Muslim no. 2260). Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan haramnya bermain dadu karena disamakan dengan daging babi dan darahnya, yaitu sama-sama haram.
Hadits lain yang dikemukakan adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka ia telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no. 4938 dan Ahmad 4: 394. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الَّذِى يَلْعَبُ بِالنَّرْدِ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي مَثَلُ الَّذِى يَتَوَضَّأُ بِالْقَيْحِ وَدَمِ الْخِنْزِيرِ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي
“Permisalan orang yang bermain dadu kemudian ia berdiri lalu shalat adalah seperti seseorang yang berwudhu dengan nanah dan darah babi, kemudian ia berdiri laku melaksanakan shalat” (HR. Ahmad 5: 370. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini dho’if).
Dikisahkan pula bahwa Sa’id bin Jubair ketika melewati orang yang bermain dadu, beliau enggan memberi salam pada mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya 8: 554).
Imam Malik juga mengatakan, “Barangsiapa yang bermain dadu, maka aku menganggap persaksiannya batil. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada setelah kebenaran melainkan kebaikan” (QS. Yunus: 32). Jika bukan kebenaran, maka itulah kebatilan” (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an, 8: 259).
Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat dan hanya Allah yang memberi taufik.
Dalam kesimpulan, bermain dadu dianggap haram dan batil dalam Islam. Para imam besar dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa kegiatan ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, kita harus menjauhi kegiatan ini dan berfokus pada kegiatan yang lebih bermanfaat dan mengarahkan pada jalan Allah.
Referensi:
- Al Musabaqot wa Ahkamuhaa fi Asy Syari’ah Al Islamiyyah, Guru kami – Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Darul ‘Ashimah dan Darul Ghoits, cetakan kedua, 1431 H.
- Diselesaikan selepas shalat ‘Isya’ di Pesantren Darush Sholihin, 16 Jumadal Ula 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id