Keterbelahan Pekerja Indonesia di Kamboja: Dilema yang Mesti Diselesaikan

Keterbelahan Pekerja Indonesia di Kamboja: Dilema yang Mesti Diselesaikan

Dalam beberapa tahun terakhir, Kamboja menjadi negara tujuan kerja bagi banyak warga negara Indonesia (WNI). Tidak hanya pekerja "judol" yang bekerja di sektor informal, namun juga mereka yang bekerja di luar industri ini juga terdampak. Kebijakan pengetatan tersebut tak lepas dari maraknya kasus TPPO (Transaksi Prostitusi dan Pornografi Online) di Kamboja sejak dua tahun terakhir. Pemerintah ingin kejahatan kemanusiaan itu tidak kembali memakan korban.

Kendati demikian, pemerintah Kamboja masih melegalkan judi bagi investor asing, termasuk pekerjaannya. WNI yang bekerja di sektor itu—meskipun tidak semua—sudah mempunyai izin kerja dari pemerintah Kamboja. "Jadi fenomena ini sangat tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Kalau dari sisi keberadaan mereka di sini, ya, legal. Baik yang bekerja maupun yang melakukan usaha tersebut," jelasnya.

Namun, bagaimana dengan WNI yang bekerja secara perseorangan atau nonprosedural? Dalam pandangannya, Kementerian Imigrasi Kamboja belum secara resmi termasuk dalam daftar negara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI). Oleh karena itu, mekanisme penempatan PMI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tidak berlaku.

Padahal, bagi Kementerian Besar Republik Indonesia (KBRI), pelayanan terhadap WNI yang bekerja secara perseorangan atau nonprosedural itu tetap harus dilakukan. "Mereka sudah berada di sini dan warga negara Indonesia siapa pun itu, mau bekerja di bidang apa pun, ketika mereka butuh dukungan, pelindungan, ya, kita akan berikan," tambahnya.

Menurut data Kementerian Imigrasi Kamboja, tahun ini saja ada 73.000 visa izin tinggal yang dikeluarkan bagi WNI. Kemudian, dari Kementerian Tenaga Kerja Kamboja didapat informasi ada 58.000 izin kerja yang dikeluarkan Kerajaan Kamboja untuk WNI.

Situasi di atas memunculkan ketidakpastian. Di satu sisi, Kamboja belum secara resmi menjadi negara penempatan PMI. Namun, ada puluhan ribu pekerja Indonesia di sana. Mereka kini waswas dan khawatir tak boleh menyeberang atau dituduh melanggar undang-undang.

Untuk mengatasi dilema ini, Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Lasro Simbolon dalam waktu dekat akan berkomunikasi dengan lembaga pemerintahan lain untuk membahas hal ini. Targetnya adalah tercipta skema kerja sama formal Indonesia-Kamboja dalam konteks penempatan pekerja migran.

"Kami berharap, PMI harus berangkat secara resmi dan prosedural menurut hukum Indonesia sekaligus legal dari perspektif hukum negara penempatan. Sebab pengalaman selama ini menunjukkan, korban eksploitasi dan penipuan sebagian besar adalah karena penempatannya tidak prosedural dari perspektif kita maupun negara tempat mereka bekerja," jelasnya.

Dengan demikian, perlu adanya kerja sama antara Indonesia dan Kamboja untuk menyelesaikan masalah pekerja migran Indonesia di Kamboja. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait harus bersama-sama berupaya untuk menciptakan sistem yang lebih baik dan menjamin hak-hak pekerja migran Indonesia.

Leave a comment