Bangladesia kembali menjadi sorotan dunia karena protesi mahasiswa yang terjadi di negara tersebut. Protesi ini berawal dari kekecewaan terhadap sistem kuota pendidikan yang telah lama diperdebatkan. Pemerintahan Hasina, sejak menjabat sebagai Perdana Menteri, memulai reformasi kuota, namun protesi mahasiswa tidak puas dengan langkah-langkah tersebut.
Pada tanggal 1 Juli, protesi pertama kali terjadi di Universitas Dhaka, lalu menyebar ke seluruh kampus dan kota-kota lainnya. Protesi-protesi ini biasanya berupa aksi massa, termasuk bloking jalanan dan rel kereta api.
Namun, situasi menjadi lebih panas pada tanggal 15 Juli ketika anggota Bangladesh Chatra League, sayap mahasiswa partai pemerintahan Awami League, melakukan serangkaian serangan terhadap protes-mahasiswa di kampus Universitas Dhaka. Sejak saat itu, konflik antara keamanan, protes-mahasiswa dan pendukung pemerintahan meningkat.
Bangladesia juga mengaktifkan satuan paramiliter Rapid Action Battalion, yang dikenal dengan kekerasan dan pelanggaran HAM. Mereka telah dituntut oleh Amerika Serikat pada tahun 2021 setelah melaporkan pelanggaran HAM yang luas.
Protes-mahasiswa membandingkan pengalaman mereka dengan korban, termasuk Hossain, seorang mahasiswa Universitas Dhaka yang terluka akibat proyektil yang dilemparkan ke dalam kerumunan. "Saya mendengar ledakan dan melihat polisi menembak menggunakan peluru getah," kata Hossain.
Laporan-laporan mengenai korban jiwa telah berbeda-beda, dengan Prothom Alo, sebuah surat kabar di Dhaka, melaporkan 19 korban jiwa pada tanggal 1 Juli, sedangkan Agence France-Press melaporkan 32 korban jiwa.
Pemerintahan Hasina telah mengumumkan investigasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Namun, protes-mahasiswa tidak puas dengan langkah-langkah pemerintahan dan terus melakukan aksi-aksi massa.
Pada tanggal 1 Juli, Pemimpin Besar Bangladesia, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dia meminta semua pihak untuk berhenti menyerang dan menginvestigasi setiap kasus kekerasan. "Kekerasan tidak dapat menjadi solusi," kata Guterres.
Sejak saat itu, protesi-protesi mahasiswa telah meluas ke seluruh kampus dan kota-kota lainnya, termasuk Melbourne, Sydney, dan Copenhagen. Mereka juga melakukan protes di Times Square, New York.
Pemerintahan AS mengatakan bahwa mereka terus memantau laporan kekerasan yang terjadi di Bangladesia. "Kebebasan berpendapat dan kumpulan massa adalah dasar bagi demokrasi yang seimbang," kata seorang pejabat Departemen Luar Negeri.
Mereka juga mengatakan bahwa mereka meminta pemerintahan untuk menginvestigasi setiap kasus kekerasan dan menyelesaikan persoalan dengan damai.