Modus Baru Pencucian Uang: Petinggi DPD Bertaruh Nasib di Kasino

Modus Baru Pencucian Uang: Petinggi DPD Bertaruh Nasib di Kasino

Percobaan untuk mencapai RM 43,9 juta melalui modus baru pencucian uang telah terdeteksi oleh PPATK. Jumlah transaksi yang paling kecil terjadi pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2018, tercatat transaksi judi berjumlah RM 17,9 juta dan transaksi tunai berjumlah RM 7,2 juta. Total uang yang berputar baik untuk judi maupun transaksi uang tunai berjumlah RM 208,9 juta. Dengan kurs saat ini, uang itu setara dengan Rp 702,5 miliar.

Ketua PPATK Badaruddin tidak membantah atau membenarkan soal dokumen ini, namun hanya menyebut bahwa pencucian uang melalui kasino adalah modus baru. Sementara Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae juga belum bisa berkomentar soal dokumen ini.

Namun, tiga orang sumber Tempo di PPATK membenarkan dokumen tersebut. Mereka menjelaskan bahwa para pelaku sebenarnya hanya melakukan perjudian palsu. Pelaku membawa uang hasil kejahatan ke sebuah kasino di luar negeri, kemudian menukarkan uang tunai itu dengan koin yang menjadi mata uang kasino tersebut. Setelah itu, ia kembali menukarkan koin itu menjadi uang tunai.

Seorang penegak hukum menjelaskan bagaimana modus ini bekerja. Menurut dia, pelaku membawa lembar bukti dari kasino yang menyatakan bahwa uang yang dipegang oleh pelaku itu benar dari hasil judi. Lembar bukti itu kemudian ditunjukkan ke pihak Bea Cukai di Indonesia. Alhasil, si pelaku bisa menenteng uangnya masuk ke tanah air.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendeteksi modus serupa dalam transaksi suap. Seorang penegak hukum menyebut modus ini baru dideteksi pada 2019. Caranya, penyuap memberikan uang dalam bentuk koin kasino. Koin itu kemudian ditukarkan kembali oleh si penerima suap.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menjelaskan ada kecenderungan uang hasil korupsi pejabat dibelanjakan ke luar negeri. Dia menilai pengawasan penggunaan uang hasil kejahatan sudah cukup ketat.

Praktik ini juga lazim terjadi karena kebanyakan para pejabat memperoleh uang hasil kejahatan dalam bentuk uang asing, sehingga sulit dibelanjakan di Indonesia. "Bahkan ada perantara yang sampai menjemput bola menyediakan jasa pengiriman ke luar negeri," kata dia.

Modus baru pencucian uang ini menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya terjadi dalam skala kecil, tapi juga dapat dilakukan dengan skala besar. Dalam hal ini, perlu diadakan pengawasan yang ketat dan tindakan tegas untuk menghentikan praktik ini.