======================================================
Pemerintah Provinsi Bali berencana memiliki kasino sebagai salah satu atraksi wisata, mirip dengan beberapa negara yang telah melegalkan keberadaan kasino. Kresna Budi, Ketua DPD Partai Golkar Buleleng, mengemukakan bahwa jika perjudian diatur dengan baik, tentunya akan memberikan dampak positif dan kontribusi terhadap pendapatan daerah.
"Dengan adanya kasino, Bali butuh sarana dan prasarana penunjang pariwisata. Kami ingin ada pengecualian bagi Bali terhadap destinasi wisata," kata Kresna Budi.
Selain itu, ia juga meminta agar tajen dilegalkan sebagai atraksi budaya, meski nantinya dalam tajen ada unsur perjudian. "Bila perlu tajen dilegalkan, itu sebagai atraksi budaya. Kalau ada judi, nanti di pelaksanaannya, diatur dan bagian dari pengawasan," tegasnya.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan rencana tersebut. Kapolda Bali, Irjen Pol Petrus Reinhard Golose, menolak wacana pembangunan kasino di Bali. "Kami hanya akan mengikuti jika ada di dalam undang-undang. Jika tidak ada aturan dan legal standingnya, maka saya sebagai Kapolda Bali menolak wacana tersebut," kata Golose.
Golose juga mengingatkan bahwa masyarakat Bali memang mengenal tabuh rah atau tajen yang sering diasosiasikan sebagai salah satu bentuk perjudian. Namun, tabuh rah pada dasarnya adalah sebuah upacara suci yang dilangsungkan sebagai bagian dari kelengkapan upacara Macaru atau Bhuta Yadnya dalam kepercayaan Hindu Bali.
Wacana pengembangan bisnis kasino di Bali tidak pertama kalinya. Pada 2015, seorang pengusaha nasional Adam Budiharto pernah mengungkapkan dirinya sudah menghabiskan Rp 8,5 miliar untuk rencana pembangunan hotel dan pusat perjudian kasino di Nusa Penida.
Niatnya gagal terealisasi meski telah mengucurkan sejumlah uang dan membeli tanah petani di pulau wisata tersebut. Kepolisian Daerah Bali, Irjen Pol Petrus Reinhard Golose, menolak rencana tersebut karena tidak ada payung hukum yang melegalkan bisnis perjudian di Indonesia.
Seorang politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga memaparkan 80 persen pengunjung kasino di Singapura adalah orang Indonesia. Sejumlah pihak memanfaatkan data ini untuk merencanakan kemungkinan pengembangan bisnis kasino di kota-kota pariwisata, khususnya Bali.
"Ada yang bilang, mengapa tidak dibuatkan tempat khusus, misalnya di Bali? Sekarang kita bisa menjawab bahwa secara kultur itu tidak cocok. Di Bali saja tidak cocok, apalagi di tempat lain," kata Desmond, Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Jadi, apakah rencana pembangunan kasino di Bali akan terealisasi? Hanya waktu yang akan menunjukkan jawabannya.